Aug 16, 2014

Fiqh Thaharah (Part 1)

Islam merupakan agama yang memberikan perhatian yang besar pada masalah thaharah. Allah SWT memuji orang-orang yang selalu menjaga kebersihan.
Di dalam Al-Quran Allah ta'aala berfirman:
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang membersihkan diri.
(QS. Al-Baqarah : 222)
Dalam ayat yang lain Allah Swt berfirman:
"Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri Dan Allah menyukai orang yang membersihkan diri".
(QS. AnTaubah : 108)
Sosok pribadi muslim sejati adalah orang yang bisa menjadi teladan dan idola dalam artian yang positif di tengah masyarakat, salah satunya dalam hal kebersihan. Baik lahiriah maupun batiniah.
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kebersihan erat kaitannya dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila seseorang sangat mengutamakan kebersihan maka imannya pun bagus. Dan sebaliknya, bila masalah kebersihan ini tidak diperhatikan, maka kualitas imannya sangat dipertaruhkan.
"Kesucian itu bagian dari Iman"
(HR. Muslim)
Masalah kebersihan  ini pun terkait erat dengan syah tidaknya ibadah seseorang. Tanpa memperhatikan kebersihan maka seberapa bagus dan banyaknya ibadah seseorang akan menjadi ritual tanpa makna. Sebab tidak didasari dengan kebersihan baik hakiki maupun maknawi.



  • Pembagian Thaharah

Thaharah terdiri dari thaharah hakiki  atau yang terkait dengan urusan najis, dan thaharah hukmi atau yang terkait dengan hadats.
1.  Thaharah Hakiki (najis)
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Bisa dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki. Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual.  Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan rasa najisnya.
2.  Thaharah Hukmi (hadats)
Yang dimaksud dengan thaharah hukmi adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual. Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah.  Thaharah hukmi didapat dengan cara berwudhu' atau mandi janabah.




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

No comments:

Post a Comment