Aug 11, 2014

Mengenal Gaya Komunikasi dan Kebutuhan Emosional Pada Pria

Materi kopdar keempat dari komunitas to be wonderful wife pada tanggal 6 Juli 2014 yang lalu disampaikan oleh Adri Suyanto, seorang trainer dan ayah dari dua orang putri. Materi ini sbnrnya terinspirasi dari buku "Men Are From Mars, Women Are From Venus"

Mengapa materi ini sangat penting dan wajib diketahui oleh semua (calon) istri?

Yup, karena secara psikologis kebutuhan seorang laki-laki berbeda dengan wanita. Karena cara mereka berkomunikasi berbeda dengan cara wanita berkomunikasi.
Karena kita sebagai sosok kaum hawa seringkali justru bersikap dan menganggap sama apa yang mereka rasakan dengan apa yang kita rasakan, menganggap sama apa yang mereka butuhkan dengan apa yang kita butuhkan, menganggap sama bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah dengan bagaimana cara kita menyelesaikan masalah. Menganggap sama inilah yang justru akhirnya membangun jurang yang semakin lebar antara suami dan istri. Itulah mengapa penting bagi kita untuk memahami materi ini.

Ada beberapa hal yang tidak disebutkan dalam buku ini. Pada dasarnya tatacara komunikasi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan karakter. Kalau dalam pelajaran biologi kita dulu ada istilah fenotif = genotif + lingkungan. Ini juga berlaku dalam hubungan dalam rumah tangga.
Misal secara psikologis tentu orang-orang dengan tipe sanguinis akan berbeda dengan mereka yang bertipe melankolis, koleris, dan plegmatis.
Orang sanguinis seperti saya adalah tipe yang hidup di masa kini, sedangkan istri saya bertipe melankolis yang bias hidup di masa yang akan datang. Sehingga lebih sering ketika berdiskusi saya bisa mengandalkan argumen-argumen beliau yang memang bisa berpikir jangka panjang dan analitis. Kalau seorang suami tidak menyadari perbedaan ini mungkin yang muncul adalah perasaan selalu dikalahkan oleh istri karena lebih sering berargumen dan beranalisis dalam diskusi. Padahal ini sebuah keuntungan tersendiri. Bisa menutupi kekurangan kita dengan kelebihannya. Begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu tak ada salahnya saat kita telah memiliki pendamping hidup nanti bisa melakukan tes personality ini. Agar kita tahu apa dan bagaimana sih tipe kepribadian kita dan suami kita. Agar kita faham apa sih kelemahan pada tipe kita dan suami kita. Mengetahui dan memahami inilah salah satu upaya untuk menghindari konflik yg berlebihan. Bisa searching kok tentang tes dan keterangan tipe-tipe personality ini.
Sebenarnya tes kepribadian jenis ini juga dipengaruhi lingkungan. Ada tes lain sebenarnya yang bisa kita pakai untuk melihat jenis kepribadian kita secara genetik dan ini ilmiah. Tes stifin. Kita akan tahu apakah kita masuk kategori orang sensing, thinking, intuiting, feeling, ataukah insting. Saat kita tahu maka kita bisa tepat cara mengarahkan dan memotivasi. Kebetulan saya tipe intuiting ekstrovert dan istri saya intuiting introvert.

Hal lain yang tidak disebutkan di buku ini dan perlu kita pahami adalah ternyata selain tipe kepribadian mempengaruhi karakter seseorang, lingkungan juga mengambil peran penting dalam hal ini.
Bagi seorang suami seperti saya yang lahir dan besar di kota kecil mungkin memiliki lingkungan yang tidak sama dengan istri yang lahir dan besar di kota besar. Jika kami terbiasa berbicara dengan volume tinggi, sebaliknya dengan istri. Jika di daerah saya cara "memuji" anak kecil dengan ungkapan misalnya : wah arek koq elek, irunge pesek.. (Wah anak koq jelek, hidungnya pesek). Tapi bagi istri saya yg mendengar ungkapan ini di awal tentu akan sangat kaget dan tersinggung. Yup, ternyata lingkungan juga berpengaruh dalam pola interaksi suami-istri. Dan saling bercerita, menyampaikan apa yg disuka dan tidak disuka dari kebiasaan pasangan hidup kita bisa membantu proses adaptasi semakin mudah.

Kembali pada buku "men are from mars, women are from venus". Ada beberapa bab yang coba mengupas tentang perbedaan umum pada seorang pria dan wanita. Apa saja dan bagaimana berkompromi dengan perbedaan itu?

A. Perbedaan Nilai (Value)
Perempuan : memberi  atau menawarkan petunjuk/nasehat tanpa diminta
Bagi kaum perempuan yang lebih sering menyenangi pola kedekatan hubungan. Sering ngobrol dengan teman-teman kita, kadang saling curhat dan menceritakan masalah atau kegalauan hati, lalu kawan kitapun memberikan nasihat meski tanpa kita minta. Dan kita fine-fine aja. Malah sebaliknya: senang. Betul??
Padahal, pola ini tidak berlaku bagi para laki-laki! Mereka akan merasa tidak dihargai saat perempuan melakukan hal itu. Karena secara naluri, fokus laki-laki ada pada proses keterampilan dan  penyelesaian masalah. Mereka tidak akan pernah bertanya dan minta solusi sampai ia merasa paling buntu. Karena tantangan sekaligus menjadi prestasi bagi mereka saat bisa menyelesaikan masalah. Mereka akan meminta masukan solusi saat mereka BUTUH dan mereka akan  bertanya/mengungkapkannya.
Laki-laki : menawarkan penyelesaian, tanpa menghiraukan perasaan.Karena tipe umum laki-laki yang tidak akan bertanya kecuali sudah buntu dan merasa perlu meminta bantuan, maka ketika ia dapati seorang istri sedang menyampaikan keluh kesahnya hampir dipastikan ia akan memberi solusi. Karena ia pikir kondisinya sama. Padahal biasanya perempuan menceritakan masalahnya lebih sering hanya untuk minta didengarkan, bukan untuk dikritik dengan masukan yang kadang kurang menghiraukan perasaan.
Contoh kasus, ketika ada sepasang suami istri yang mencari suatu alamat. Sang suami yang merasa tahu dimana letak alamat tersebut membawa pasangan itu “nyasar”. Sebagai istri yang sebenarnya tahu jalan menuju alamat tersebut, pasti kita ingin cepat-cepat memberitahu. Sebaiknya kita menahan diri sampai ditanya oleh suami. Ini untuk menjaga harga dirinya sekaligus sarana bagi kita untuk belajar berkompromi dengan karakter umum pada laki-laki ini. “Kunci mulutmu, tahan hatimu”, mungkin itu kata mutiara yang cocok untuk istri pada saat kondisi seperti itu. Begitu juga dengan para suami, saat istri sedang bercerita, perhatikan ia. Meski hanya dengan menatap wajah, sesekali bilang "oo.. Hmm.. Ya.. Begitukah? Dsb.." karena bisa jadi mereka hanya ingin didengar.


B. Mengatasi Ketegangan Jiwa
Perempuan : membicarakan masalah a.k.a curhat, minimal melegakan walaupun tidak menyelesaikan masalah.Karena secara naluriah mereka merasa perlu memperbincangkan apa yang merisaukan mereka.
Laki-laki : menarik diri, masuk “gua” dan memikirkan persoalan mereka dalam diam.
Jika seorang pasangan suami-istri mengalami suatu konflik, umumnya yang didapati adalah sang istri ingin bicara dan menuntut suaminya bicara juga, sedangkan suaminya memilih diam. Bagi istri yang belum paham perbedaan naluriah ini justru akan terjebak dalam permasalahan yang lebih rumit. Menuduh suami lari dari masalah dan tidak mau menyelesaikan masalah. Atau bahkan istri akan merasa tidak berharga karena pasangan hidupnya enggan bercerita apa yang merisaukan mereka. Setelah mengetahui perbedaan naluriah ini, kita jadi tersadar bahwa cara kita menyelsaikan masalah tentu berbeda dengan cara para suami menyelesaikan masalah. Jika kita memilih berbicara, mereka mempunyai “gua”nya sendiri, yaitu tempatnya sendiri untuk menenangkan diri, memikirkan solusi dan mengembalikan semangat hidupnya. Saat suami mulai memasuki “gua”nya, sebagai seorang istri kita harus menahan diri dan memberi waktu pada mereka. Mungkin ada perasaan gak tega kalau laki-laki yang ia cintai "terbenam" dalam gua untuk menyelesaikan masalahnya, tapi percayalah akan sangat membantunya saat kita menghargai dan memberikan waktu baginya. Jika sudah saatnya, ia akan segera keluar sendiri dari guanya. Istri belajar menghargai "gua", sedangkan suami belajar mendengarkan menjadi point penting pada bab ini.


C. Cara Memotivasi
Perempuan : termotivasi saat dihargai (diperhatikan, didengarkan, dipuji dsb)
Ex : saat suami memuji masakan/pakaian yang dikenakannya
Laki-laki : termotivasi saat merasa dibutuhkan
Ex : saat perempuan meminta tolong pada suaminya.
Istri belajar cara menerima, sedangkan suami belajar cara memberi.
Karena bagi wanita ia akan bahagia saat yakin kebutuhan-kebutuhannya akan dipenuhi, bukan sekedar urusan materi, tapi juga kebutuhan emosi seperti perlu merasa dicintai dan dihargai. Oleh karena itu kaum perempuan lebih sering memberi, lebih sering mengalah dan berkorban. Tapi waspadai fase bosan pada sifat ini. Entah pada tahun ke berapa pernikahan akan mulai muncul pemikiran kenapa harus selalu aku yang mengalah? Ada tuntutan keinginan agar mendapat dukungan emosional yang lebih "layak" dari pasangannya. Pengertian, kepercayaan, kasih sayang, penerimaan dan dukungan merupakan pemecahannya. Bukan sekedar SALING menyalahkan pasangan kita. Termasuk bagi para istri, daripada menyalahkan seorang suami akan kekurangannya dalam memberi lebih baik mulai belajar menerima kekurangannya dan mengkomunikasikan keinginan hatinya dengan cara yang manis. Itulah kenapa tadi disebutkan wanita belajar menerima dan laki-laki belajar memberi.
Contoh kasus, pada awal pernikahan lelaki selalu menjadi pihak dominan dan istri biasanya mengalah dengan alasan ingin menjadi istri yang sholehah. Padahal istri juga punya titik batas yang bisa menjadi letusan gunung jika ditahan terlalu lama. Jadi, ungkapkan keinginan sekecil apapun dan diskusikan bersama untuk memperkecil konflik.


D. Bahasa
Pada bab ini kita akan mempelajari kesalapahaman yang umum terjadi antara pria dan wanita karena mereka berbicara dengan bahasa yang berbeda.
Perempuan : pesan implisit
Laki-laki : pesan eksplisit
Untuk dapat mengungkapkan perasaan-perasaan secara utuh, wanita menggunakan berbagai macam superlatif, metafor dan generalisasi. Jika seorang wanita mengatakan "aku tidak apa-apa" sebenarnya ia sedang memberi isyarat kepada suaminya bahwa ia sedang apa-apa. Tapi suami tak bisa menangkap pesan ini dengan baik karena memang kaum adam tak bisa menangkap pesan implisit. Jika yang istri katakan A padahal maksudnya B, maka yang bisa mereka tangkap adalah apa yang dikatakan dan dimaksudkan istri adalah A. Jadi para istri, mulailah belajar berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami, jangan menggunakan kalimat-kalimat ambigu karena pasangan kita bukan seorang paranormal yang bisa tahu isi hati kita. Jadi pilihlah bahasa yang paling mudah dipahami untuk mengurangi miskomunikasi. Jika ingin A katakan A. Jika berharap B katakan B. Begitu pula sebaliknya. Jika suami berkata A, berarti istri tak perlu menafsirkan B seperti kebiasaannya. Jika suami mengatakan aku tak apa-apa dan semuanya beres, yakinlah saja bahwa memang itu yang ia rasakan. Bukan justru menafsirkan dengan cara kita bahwa suami pasti apa-apa dan sedang ada yang tak beres.


E. Keintiman
Pada bab 6 dan bab 7 pada buku best seller karya John Grey ini akan membedah tentang perbedaan pola kebutuhan keintiman antara wanita dan pria.
Perempuan : seperti gelombang, ketika senang maka akan sangat senang, ketika sedih akan sangat sedih.
Gelombang ini bisa naik dan turun dalam waktu yang cepat dan drastis. Jika ia merasa dicintai, ia akan senang dan gelombangnya akan naik, tapi saat suasana hatinya sedang tak enak gelombang ini bisa turun secara tiba-tiba.
Laki-laki : seperti karet gelang, kadang butuh waktu untuk menarik diri agar setelahnya semakin rekat.Apabila dipahami, siklus kehangatan laki-laki ini dapat memperkaya suatu hubungan, tapi karena disalahartikan, siklus ini justru menciptakan kesulitan-kesulitan yang tidak perlu.
Saya bersama istri pernah melihat salah satu film india yang menggambarkan kondisi ini. Sang suami ijin pergi beberaap saat untuk "me time". Agar saat ia kembali ke rumah ia merasakan kerinduan yang mendalam dan cinta yang semakin besar pada istri dan anak-anaknya. Yup, itulah makna karet gelang. Jadi para istri tak perlu menuduh yang bukan-bukan saat suami mulai sejenak menjauh, atau tak perlu panik dengan mencari tahu apa salahnya sampai suami mulai menjauh. Ingat, itu kebutuhan kaum adam. Karet gelang. Ia kan kembali pada kita segera dengan kerinduan dan cinta yang semakin besar.


F. Kebutuhan Emosional
Kaum pria dan kaum wanita umumnya tidak menyadari bahwa mereka mempunyai kebutuhan emosioanal yang berbeda. Akhirnya mereka tidak tahu cara saling mendukung. Lazimnya pria memberikan apa yang dikehendaki pria dalam hubungan itu, begitu juga wanita. Masing-masing secara keliru menganggap pihak lain mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama. Akhirnya justru kecewa yang didapat.
Perempuan perlu menerima: perhatian, pengertian, rasa hormat, kesetiaan, penegasan, jaminan
Laki-laki perlu menerima: kepercayaan, penerimaan, penghargaan, kekaguman, persetujuan, dorongan
Perhatikan perbandingan di tiap urutan masing-masing. Misal saat wanita butuh perhatian, pria butuh kepercayaan. Dst. Pada poin penerimaan pada kekurangan ini ada 2 hal sensitif yang perlu dijaga oleh seorang istri. Masalah maisyah/pendapatan dan tentang kehidupan di atas ranjang. Butuh ketrampilan lebih dan kehati-hatian saat akan mengkomunikasikan pada suaminya dalam rangka mencari solusi. Jika tidak tepat cara menyampaikannya bisa-bisa justru melukai hati sang suami.

G. Cara Berkomunikasi Selama Saat-Saat Sulit
Pada bab 11 buku ini kita akan mempelajari bagaimana menyampaikan perasaan-perasaan yang sulit. Tentu tidak mudah saat kita merasa sedih, kecewa diminta menyampaikan perasaan dengan penuh cinta. Perbincangan-perbincangan yang berniat untuk menyelesaikan masalah justru terkadang menjadikan masalah semakin rumit. Karena kondisi marah atau sedih, kita para wanita justru akan lebih banyak menangis dan tak mampu menyampaikan apa yang menjadi uneg-uneg kita. Kita bisa mencoba melakukan cara yang disarankan John Gray pada buku ini dengan coba berkomunikasi dengan surat cinta. Yup.. Menuliskan apa yang membuat kita marah, sedih, takut, menyesal sekaligus cinta pada sosoknya. Dengan menuliskan perasaan-perasaan kita dengan cara tertentu, perasaan-perasaan negatif itu secara otomatis akan berkurang dan perasaan-perasaan positif akan bertambah.
Saya dan istri termasuk mempraktekkan cara ini jika kami tak mampu mengkomunikasikan masalah secara verbal. Kami saling berdiskusi dan menuliskan perasaan dan harapan dalam bentuk tulisan. Tidak harus dengan kertas, tapi juga bisa via bbm. Dan alhamdulillah cara ini hampir selalu ampuh untuk bisa saling memahami apa yang dirasakan dan diharapkan masing-masing pihak. Dengan demikian solusi pun lebih mudah dicari dan disepakati.
Proses komunikasi laki-laki dan perempuan itu DINAMIS, tak ada patokan pasti. Tidak semua yang dibuku itu bisa diterapkan pada semua orang. Bahkan proses ta’aruf dilakukan terus-menerus sampai nantinya dipisahkan, begitu nasehat ust. Salim A Fillah. Jadi, pahamilah karakter masing-masing untuk mempermudah proses komunikasi kita agar bisa memperkecil konflik




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

No comments:

Post a Comment