Showing posts with label Adab. Show all posts
Showing posts with label Adab. Show all posts

Dec 25, 2016

Qabul, Hubb dan Takzim

*🌾Bulir Ibrah dan Hikmah🌾*

Qabul, hubb, dan takzim (menerima, mencintai dan menegakkan sikap hormat/ memuliakan) kepada kitabullah, sunnah, dan ulama.

Inilah yang lebih menyelamatkan bahkan ketika orang masih amat awam agama. Su'ul adab (adab buruk) kepada aimmatul huda kerapkali menjadi jalan tergelincirnya seseorang dari kebaikan dan keselamatan, meski berilmu.

Bukan bermudah-mudah, bukan pula meremehkan kemuliaan hadis tatkala Imam Bukhari menulis Adabul Mufrad. Beliau ulama ahli hadis paling otoritatif dengan Shahih Bukharinya yang sangat masyhur. Di dalamnya ada Kitabul Adab. Akan tetapi beliau merasa masih sangat penting untuk menghadirkan satu kitab khusus tentang adab, meski ada sejumlah hadis yang tidak mencapai derajat shahih.

Ini bukanlah karena ketidaktahuan, tetapi pertimbangan khusus sesuai kapasitas ilmu beliau. Karena itu, tetaplah menjaga adab pada saat mengkritisi kitab ini. Begitu pula saat melakukan hal yang sama terhadap karya para ulama yang betul-betul memiliki kapasitas ilmu dan integritas pribadi.

Satu kekhilafan seorang ulama janganlah menjadikanmu menunjukkan adab yang buruk. Apalagi jika sekedar karena tak sependapat dalam satu hal. Buruk adab terhadap khilafnya ulama tidak menjadikan ulama tersebut hina, tetapi sesungguhnya sikap itu menunjukkan keburukan dirimu yang sebenarnya.

Buruk adab terhadap ulama yang melakukan satu "kekhilafan" juga merintangimu dari mendapat ilmu. Pada saat yang sama, ia menutupi manusia dari meraih kebaikan.

Buruk adab terhadap ulama tidak merendahkannya, tetapi menjatuhkanmu pada keburukan disebabkan merintangi manusia meraih kebaikan.

Dinukil dan diselia dari tulisan
Mohammad Fauzil Adhim, Desember 2016

shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Mar 10, 2015

Dia Yang Beradab Tinggi Dalam Menasehati

Tingkat kebutuhan kita terhadap nasehat.
Sering kali berbanding terbalik dengan rasa  suka hati terhadapnya.

Kadang kita fasih bicara, tapi gagap beramal.
Maka ba’da iman dan amal shalih, hidup saling mendo’a dan mengingatkan itu jelita.

Iman menuntunmu menasehati kawan yang keliru.
Tapi syaitan membisikkan cara penyampaian yang membuat jauh dari kebenaran.
Orang berilmu menjaga lisannya karena Allah
Jika takjub pada bicaranya, dia diam.
Jika takjub pada diamnya, dia berbicara.
(Imam Adz Dzahabi)
Adalah Imam Ahmad, agung dalam mengamalkannya. Inilah yang dikisahkan Harun Ibn Abdillah Al-Baghdadi : Di satu larut malam pintuku diketuk orang. Aku bertanya, “Siapa?”. Suara di luar lirih menjawab, “Ahmad!”.  Kuselidik, “Ahmad yang mana?” . Nyaris berbisik kudengar, “Ibnu Hanbal!” . Subhanallah, itu Guruku!

Kubukakan pintu, dan beliau pun masuk dengan langkah berjingkat; kusilakan duduk, maka beliau menempuh hati-hati agar kursi tak berderit.

Kutanya, “Ada urusan sangat pentingkah sehingga engkau duhai Guru, berkenan mengunjungiku di malam selarut ini?” . Beliau tersenyum. “Maafkan aku duhai Harun,”  ujar beliau lembut dan pelan, “aku terkenang bahwa kau biasa masih terjaga meneliti hadits di waktu semacam ini. Kuberanikan untuk datang karena ada yang mengganjal di hatiku sejak siang tadi.”

Aku terperangah, “Apakah hal itu tentang diriku?”

Beliau mengangguk.

“Jangan ragu,” ujarku,”sampaikanlah wahai Guru, ini aku mendengarkanmu.”

“Maaf Harun,” ujar beliau, “tadi siang kulihat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Kaubacakan hadits untuk mereka catat. Kala itu mereka tersengat terik mentari, sedangkan dirimu teduh ternaungi bayangan pepohonan. Lain kali jangan begitu duhai Harun, duduklah dalam keadaan yang sama, sebagaimana muridmu duduk.”

Aku tercekat, tak sanggup menjawab. Lalu beliau berbisik lagi, pamit undur diri. Kemudian melangkah berjingkat, menutup pintu hati-hati. Masya Allah, inilah Guruku yang mulia, Ahmad bin Hanbal. Akhlak indahnya sangat terjaga dalam memberi nasihat dan meluruskan khilafku.

Beliau bisa saja menegurku di depan para murid, toh beliau Guruku yang berhak untuk itu. Tetapi tak dilakukannya demi menjaga wibawaku.

Beliau bisa saja datang sore, bakda Maghrib atau Isya yang mudah baginya. Itu pun tak dilakukannya, demi menjaga rahasia nasihatnya. Beliau lakukan juga agar keluargaku tak tahu , agar aku yang adalah ayah dan suami tetap terjaga sebagai imam dan teladan di hati mereka.

Maka termuliakanlah Guruku sang pemberi nasihat, yang adab tingginya dalam menasihat menjadikan hatiku menerima dengan ridha dan cinta.

Namun bagaimanapun, nasehat itu permata. Ada yang ditimpukkan ke muka, digenggamkan ke tangan, atau diselip ke saku bersama senyum. Pokoknya, ambil permatanya.




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee