Sep 11, 2014

Qurban

Seorang pedagang hewan qurban berkisah tentang pengalamannya : Seorang ibu datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya sepertinya tidak akan mampu membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan menawarkan kepadanya,
“Silahkan bu...”
Lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya,
”kalau yang itu berapa, Pak?”
“Yang itu 700 ribu bu,” jawab saya. 
“Harga pasnya berapa?” Tanya kembali si Ibu.
“600 deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah."
“Tapi, uang saya hanya 500 ribu, boleh pak?”, pintanya. 
Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya, akhirnya saya berembug dengan teman sampai akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut. Sayapun mengantar hewan qurban tersebut sampai ke rumahnya, begitu tiba di rumahnya, Astaghfirullah, Allahu Akbar, terasa menggigil seluruh badan karena melihat keadaan rumah ibu itu. Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan puteranya di rumah gubuk berlantai tanah tersebut. Saya tidak melihat tempat tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi perabot mewah atau barang-barang elektronik,. Yang terlihat hanya dipan kayu beralaskan tikar dan bantal lusuh.
Di atas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus. 
“Mak, bangun Mak, nih lihat saya bawa apa?”, kata ibu itu pada nenek yang sedang rebahan sampai akhirnya terbangun. “Mak, saya sudah belikan emak kambing buat qurban, nanti kita antar ke Masjid ya, Mak....”, kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
Si nenek sangat terkaget meski nampak bahagia, sambil mengelus-elus kambing, nenek itu berucap,
“Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berqurban.”
“Nih Pak, uangnya, maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat qurban atas nama ibu saya.” Kata ibu itu.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa,
“Ya Allah, ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan Imannya begitu luar biasa.”
“Pak, ini ongkos kendaraannya.” Panggil ibu itu.
”Sudah bu, biar ongkos kendaraannya saya yang bayar." Kata saya.
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hamba-Nya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.

Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jabatan tinggi apalagi kekuasaan, kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup. Berapa banyak diantara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja ada keengganan untuk berkurban, padahal bisa jadi harga handphone, jam tangan, tas, ataupun aksesoris yang menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan seekor hewan qurban. Namun selalu kita sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 10, 2014

Balita Diajarkan Calistung Resiko Mengalami Mental Hetic Saat SD

Anak usia di bawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa calistung si anak akan terkena 'Mental Hectic'.

''Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,'' ujar Sudjarwo, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sabtu (17/7).

Oleh karena itu, kata Sudjarwo, pengajaran PAUD akan dikembalikan pada 'qitah'-nya. Kemendiknas mendorong orang tua untuk menjadi konsumen cerdas, terutama dengan memilih sekolah PAUD yang tidak mengajarkan calistung. Saat ini banyak orang tua yang terjebak saat memilih sekolah PAUD. Orangtua menganggap sekolah PAUD yang biayanya mahal, fasilitas mewah, dan mengajarkan calistung merupakan sekolah yang baik. ''Padahal tidak begitu, apalagi orang tua memilih sekolah PAUD yang bisa mengajarkan calistung, itu keliru,''  jelas Sudjarwo.

Sekolah PAUD yang bagus justru sekolah yang memberikan kesempatan pada anak untuk bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik, termasuk calistung.  Dampak memberikan pelajaran calistung pada anak PAUD, menurut Sudjarwo, akan berbahaya bagi anak itu sendiri. ''Bahaya untuk konsumen pendidikan, yaitu anak, terutama dari sisi mental,'' cetusnya. Memberikan pelajaran calistung pada anak, menurut Sudjarwo, dapat menghambat pertumbuhan kecerdasan mental. ''Jadi tidak main-main itu, ada namanya 'mental hectic', anak bisa menjadi pemberontak,'' tegas dia.

Kesalahan ini sering dilakukan oleh orang tua, yang seringkali bangga jika lulus TK anaknya sudah dapat calistung. Untuk itu, Sudjarwo mengatakan, Kemendiknas sedang gencar mensosialisasikan agar PAUD kembali pada fitrahnya. Sedangkan produk payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas No 58/2009. ''SKnya sudah keluar, jadi jangan sembarangan memberikan pelajaran calistung,'' jelasnya. 

Sosialisasi tersebut, kata Sudjarwo, telah dilakukan melalui berbagai pertemuan di tingkat kabupaten dan provinsi.  Maka Sudjarwo sangat berharap pemerintah daerah dapat menindaklanjuti komitmen pusat untuk mengembalikan PAUD pada jalurnya. ''Paling penting pemda dapat melakukan tindak lanjutnya,'' jawab dia. 

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Srie Agustina, Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menyatakan, memilih mensosialisasikan produk pendidikan merupakan bagian dari fungsi dan tugas BPKN untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen.  

Dalam hal ini, kata Srie, BPKN memprioritaskan sosialisasi pada anak usia dini. Sebab berdasarkan Konvensi Hak Anak, setiap anak memiliki empat hak dasar.  Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan perlindungan dalam kerugian dari barang dan produk, termasuk produk pendidikan. ''Untuk itu sejak dini anak dilibatkan, karena di usia itulah pembentukan karakter terjadi,'' papar Srie. 

Namun menurut Srie, mengedukasi tentang sebuah produk harus menggunakan metode khusus. Tidak dapat berwujud arahan dan larangan, namun dengan cara yang menyenangkan, salah satunya dengan festival mewarnai sebagai salah satu teknik untuk memberikan edukasi. ''Dengan mewarnai, mereka bisa terlibat dan merasa lebur di dalamnya, selain itu dalam gambar yang diwarnai tersebut disisipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan,'' pungkasnya.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 9, 2014

Menjadi Menantu Idaman

Resume kopdar #8 oleh Ibu Sinta Yudisia (Ibu 4 orang anak, psikolog, penulis) 

Hmm... Materi ini terdengar berat ya? Karena memang seringkali menjadi momok bagi perempuan di Indonesia ketika ia berposisi menjadi seorang menantu. Rasanya lebih mudah jika berbicara menjadi istri atau ibu idaman dari pada menjadi menantu idaman. Tapi tenang saja, segala sesuatu meski tidak ada sekolahnya tetap bisa kita pelajari. Termasuk belajar bagaimana menjadi menantu idaman. Karena sejatinya hidup adalah untuk belajar.  ^_^ 

Yang perlu diingat, kita hidup di Indonesia yang setiap peran tidak terlepas dari budaya ketimuran kita. Kita bisa mengamati perbedaan penekanan budaya dari sebuah film. Pada film-film India, misalnya, hatta diwarnai tarian dan nyanyian, semua tokohnya termasuk tokoh antagonisnya juga akan digambarkan b agaimana mereka berbakti  kepada orang tua. Begitu juga saat genre film tersebut action. Pada film Korea,  hampir setiap filmnya menekankan hubungan  kekeluargaan, meski genre-nya 'romantis'. Sedangkan untuk film hollywood menekankan kebebasan pilihan hidup, sisi personal satu tokoh saja.

Nah tentu saja menjadi 'menantu' di Indonesia tidak bisa lepas dari budaya 'ikatan kekeluargaan yang kuat'. Atau bisa diartikan, menjadi menantu perempuan di negara-negara Timur atau di Indonesia ini sangat berat. Hehehe

Untuk menjadi menantu, istri dan ibu memang tidak ada sekolahnya, seperti yang disebutkan di awal tadi, namun kita bisa belajar dengan sharing bersama orang lain. Salah satunya dari nenek saya.

Saat itu saya pernah bertanya kepada Beliau. Nek, apa sih tipsnya biar bisa jadi menantu yang baik? Beliau menjawab :  kuncinya cuma satu :  sabar. Sabar di sini bukan berarti hanya pasrah, di injak-injak diam saja seperti sinetron kita yang hanya menangis saat teraniaya hehe. Bukan demikian, namun seperti kata tokoh politik Anis Matta, sabar adalah terus maju dengan beban yang ada dan mencari cara untuk mengatasinya. Salah satu aplikasi sabar adalah jika mertua berbicara maka menantu mendengarkan. Banyak cara yang bisa kita lakukan terkait hal ini. Misal coba tanyakan kepada ibu mertua kita tentang  anak beliau, tentang keluarga, tentang masa lalu beliau saat bertemu dengan bapak mertua, dsb. Selain itu kita juga bisa mencoba konsultasi masalah resep. Meskipun kita bisa googling di internet, tapi percayalah, mereka akan merasa dihargai sekaligus senang saat dimintai petunjuk seperti ini. Biasanya ibu mertua ditakdirkan berbeda dengan kita dan ibu kita. Entah dari kebiasaan, kemampuan, dsb. Ini menjadi tantangan untuk kita agar bisa belajar dan beradaptasi menjadi menantu yang baik. ^_^

Tips kedua ialah mempunyai prinsip. Untuk masalah yang prinsip misalnya pengelolaan keuangan, kita boleh tetap bertahan dengan keinginan kita hanya saja tetap menggunakan cara yang tidak merugikan salah satu pihak. Buatlah kesepakatan-kesepakatan. Ingat, karena anak laki-laki adalah hak ibunya sehingga ridho mertua akan mempengaruhi kehidupan dan kebarakahan keluarga kita. Masalah keuangan adalah hal yang paling sensitif. Terlebih jika suami atau kita masih punya tanggungan membiayai adik-adik. Buatlah kesepakatan suami istri mengenai nominal uang yang dialokasikan untuk membantu keluarga masing-masing. Takar sesuai kemampuan. Jangan berniat membantu tapi sampai kita sendiripun terlilit hutang karenanya. Takar sesuai kemampuan. Karena saat telah berkeluarga, akan banyak pengeluaran yang tak terduga dan harus segera diselesaikan, misal pengobatan saat anak sakit. Sebaiknya saat masih bujang, wanita hendaknya rajin menabung, karena di masa kritis keuangan saat menikah nanti kita bisa membantu meringankan beban suami. Misal saat butuh uang untuk biaya kontrakan atau membeli rumah baru, dsb. Hal ini juga bisa meningkatkan harga diri kita di depan suami In syaa allah. Di Indonesia, masih kental stigma bahwa jika ada sesuatu yang kurang benar dengan rumah tangga anak laki-lakinya maka mertua akan mempertanyakan bagaimana menantunya. Misal cucian baju tidak bersih, setrikaan tidak rapi atau bahkan kehabisan uang pasti akan ditanyakan bagaimana 'istrinya'. Masing-masing kita pasti memiliki kekurangan, tak apa, tonjolkan saja kelebihan kita. Bisa jadi kita tidak jago dalam urusan mencuci, tapi kita mahir dalam urusan dapur. Tidak selamanya mertua akan melihat kekurangan kita, apalagi sampai membicarakannya di depan umum. Asal kita pun punya kelebihan yang bisa beliau banggakan dari kita, menantunya. 

Tips ketiga ialah shalat malam. Ceritakan permasalahan kita kepada Yang Maha Berkuasa atas segalanya. Terkadang ada permasalahan yang tidak bisa kita ceritakan kepada suami. Tapi kita bisa ceritakan kepada Allah. Jangan sampai dengan menceritakan masalah kita (tentang mertua) justru kita malah mengadu domba anak dengan ibunya. Meski menjadi menantu merupakan momok bagi kita namun kita bisa terus belajar dengan cara menjalin komunikasi yang baik dengan mertua, membuat kesepakatan mengenai sistem keluarga bersama suami, dan sebisa mungkin segera mandiri, tidak serumah dengan mertua (kecuali alasan-alasan mendesak seperti orang tua sedang sakit dan tidak ada yang merawat, dsb). Meski kalau harus serumah masih bisa disiasati dan mengalah untuk menang. Yang akan diingat mertua bukanlah hal-hal besar yang kita beri namun justru hal- hal kecil yang sederhana namun penuh ketulusan dan perhatian. Cari tahu saja apa yang mertua suka, dan berikan. Asal masih sesuai kemampuan. Hubungi mertua setidaknya sebulan sekali dan tanyakan kabarnya, apakah sehat, sedang apa, masak apa dsb. Hal-hal ringan dan sederhana yang bisa kita lakukan agar semakin akrab dengan mertua.

Q : Bagaimana jika tingkat pendidikan dan ekonomi keluarga calon suami ada di bawah kita? Bagaimana jika latar belakang agama kedua keluarga tidak sama? 
A : Pasti kita butuh belajar beradaptasi ya. Lihat kebiasaan-kebiasaannya dan pelajari. Cari jalan tengah. Jangan terlalu memaksakan kebiasaan kita agar diterima langsung sekejap mata. Untuk masalah perbedaan latar belakang agama, jangan terlalu menonjolkan sisi-sisi yang masih menjadi perdebatan. Banyak hal yang sama dan berjalan harmoni. 

Q : Bagaimana dengan mertua yang membanding-bandingkan menantu?
A : Bersiaplah untuk dibandingkan. Karena membandingkan antar menantu hampir pasti terjadi di kalangan mertua-mertua Indonesia. Kenali kelebihan, dan tonjolkan. Tak perlu berusaha mati-matian menjadi sosok menantu idaman seperti harapan mertua. Bisa lelah lahir batin. Sehebat-hebat kita berusaha, pasti akan dibandingkan. Saat mertua berbicara kepada kita dan membanggakan menantunya yang lain, di lain kesempatan bisa jadi kita juga akan dibanggakan di depan saudara ipar kita. 

Q : Jika kita posisinya masih sebagai calon menantu, apa yang bisa kita lakukan? 
A : Ingat harga diri, jangan terlalu sering berkunjung ke keluarga calon suami. Kalaupun berkunjung, jangan sendirian.

Q : Bagaimana teknik komunikasi yang cantik dengan mertua, agar tidak membuat beliau sakit hati atau justru membuat kita jadi menantu durhaka? Misal mengkomunikasikan masalah hal-hal prinsip yang tidak sepaham, tentang masalah kesehatan anak.
A : Bagaimanapun, menantu statusnya adalah inferior. Jadi jika ingin memberi nasehat, sebisa mungkin bukan dari lisan kita. Misal masalah asi eksklusif bagi bayi 0-6 bulan atau masalah minum jamu-jamuan setelah melahirkan, bisa kita siasati dengan mengajak beliau saat imunisasi/ periksa si kecil ke rumah sakit. Bisa kita tanyakan ke dokter terkait hal ini dan biarkan mertua kita mendengarnya langsung dari ahlinya. Untuk hal-hal yang khawatir syirik semisal harus ada gunting di bantal anak bayi dsb, ikuti saja tanpa niat syirik sambil perlahan-lahan kita komunikasikan. Ada seni dalam berdakwah. Bukan dengan langkah-langkah ekstrim yang justru membuat subyek dakwah kita antipati. 

Q : Bagaimana dengan ide mengkomunikasikan masalah kita lewat lisan suami? Pasti lebih mudah berkomunikasi dengan anak kandung sendiri.
A : Ada kalanya bisa kita lakukan, ada kalanya juga sebaliknya. Jangan terlalu sering, kita usahakan dulu komunikasikan sendiri. Karena tipe komunikasi laki-laki dan perempuan tidak sama. Misal kita akan mengkomunikasikan pola pengasuhan anak, ternyata bahasa yang dipakai suami kurang tepat seperti : sudah deh bu, jangan ikut campur. Ini kan keluargaku. Ini anakku. Hati-hati. Karena suami cenderung akan membela istri. Khawatir bahasa yang dipakai kurang tepat dalam mengkomunikasikan masalah yg sedang dihadapi.

Q : Kalau mertua marah bagaimana? 
A : Orang timur suka orang yang sopan. Jangan bersuara lebih keras dari mertua. Jika mertua marah, diam dan dengarkan saja

Q : Bagaimana kalau menitipkan anak pada kakek neneknya? 
A : Perlu diwaspadai, kadang kala kakek nenek juga bisa jadi ancaman karakter bagi anak. Mungkin aman dari sisi fisik, tidak akan dianiaya dsb, tetapi seringkali yang muncul adalah perbedaan prinsip dalam pola pengasuhan anak. Karena terlalu sayang pada cucu dan tidak mau repot akhirnya apa yang diminta sang cucu akan diberi. Bisa jadi juga karena faktor usia dan mereka telah lelah. Tanyakan kepada mereka sejauh mana kesanggupan mereka dititipi anak-anak kita. Buat pembagian tugas. Sebaiknya di tahap golden age (0 - 5 tahun) anak memang berada dalam pengasuhan tangan ibu sendiri. Jika ingin berkarir di luar rumah bisa menunggu saat anak telah melewati masa golden agenya.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 6, 2014

Finding Husband

Telah dituliskan: Desember 31, 2012
Author: aliffahponpes 
Filed under: Goresan Pena Al-Iffah
#######

Hari ini adalah 9 hari pernikahan gue. hahaha bayangin aja gue yang urakan kayak gini ternyata dapet suami yang macho (bukan mantan cowok ataupun mantan copet). Subhanallah bangetz. Solehnya dan pengertiannya, gak da yang nandingin deh.

Berhubung status gue yang masih mahasiswa tingkat akhir di kota hujan, so, mesti relain dah berpisah sama akang untuk satu minggu. Ya selain  gue lagi nyelesein tugas akhir, akang yang seorang jurnalis juga mesti ngejar berita tentang kunjungan Presiden negaraku tercinta Indonesia ke negaranya David Bekam, eh Beckham ding! Kita berdua mesti sabar, baru aja nikah dua hari udah kepisah jarak dan waktu. yaelah lebai.

Tapi well, akhirnya hari itupun berakhir. Hari ini yayangku pulang dari London. Dan yang paling so sweet. Akang pengertian banget. Tahu gue lagi riweuh dia gak mau gue jemput di Bandara, doi bilang “jemput aja akang di stasiun bogor”. Akang ini sebenernya bukan orang sunda, doi orang Sulawesi, orang Bugis tepatnya. Gue yang orang sunda dengan spontan saat hari pertama kita nikah, dia gue panggil akang. Mulanya dia ketawa karena belum ada yang pernah panggil dia gitu. Tapi apapun akan akang lakukan demi kebahagian gue, istri tercintanya. hehehe

Kita sebelumnya gak pernah kenal dan baru ketemu 5 kali, pertama saat MR gue dan MR nya mempertemukan kami di sebuah mesjid di Kota Bogor, kedua saat dia datang melamar ke rumah, ketiga saat akad nikah, keempat dan kelima yaitu dua hari setelah pernikahan. Hahahaha kocak. Dia usianya emang lebih tua dari gue sih, kalo gak salah 10 tahun. So, gak kaget deh dia suka perhatian.

Tapi lemotnya gue, gue istri yang kagak guna. Selama doi pergi dan gue sibuk sama tugas akhir, gue lupa nyimpen fotonya dia, semua foto pernikahan pun ketinggalan di kampung. Helloooo ni zaman udah modern kale, iye tapi gue ubek-ubek Fb dan twitternya doi, tetep aja gue gak nemuin fotonya. Maklum orangnya juga gak narsis, so yang banyak di FB nya hanyalah foto-foto liputannya. Dengan berbekal memiliki no Hp nya, gue yakin pasti bisa ngenalin wajah teduh suami gue. 

Bismillah...
Hari ini gue beda dari biasanya, hahaha temen-temen kemaren ngajarin gue dandan, so hari ini gue dandan abis-abisan tapi gak menor juga. Ya, melaksanakan sunnah Rasul lah kawan. Di angkot, gue udah senyam-senyum serta dag-dig-dug ser mau ketemu yayang. Tiba-tiba ada sms mampir ke HP. Taraaaa!!! Gue buka inbox ternyata dari akang.

“Yang, aku masih dikereta nih, baru di stasiun  Cilebut. Maaf ya kalau kamu udah di stasiun ^^”

Waduh gimana nih, gue lagi kejebak macet sekarang, masih dalam angkot kadal (kampus dalam) pula. Harus cepet-cepet bales sms dan minta maaf nih. And Whaaaaaaaaaaaaaat. Hp gue mati. Ya Karim gue lupa nge-charger Hp semalam. Mampus dah gue.

Satu jam kemudian gue tiba di stasiun, ngos-ngosan karena lari-lari mencari akang, tapi gue bener-bener lupa sama wajah suami gue, terus Hp gue juga mati. Ya Allah, berharap suami gue nyapa duluan gitu atau ngeliat duluan. Ya Allah gimana nih, gue tengok kanan tengok kiri di stasiun tidak ada tanda-tanda kehidupan akang, hehehe.

Sekitar tiga puluh menit gue di stasiun, dan sampai saat itu pun gue gak nemuin suami gue. Ya iyalah orang lupa. Gue duduk lunglai di kursi stasiun, dan mulai putus asa. Malu rasanya dengan kebegoan gue yang lemot nginget wajah orang, suami sendiri lagi. Kan kalau gue bilang ke orang atau polisi, gue pasti bakal diketawain, masa gitu penganten baru lupa muka pasangannya.

Tepat disamping gue ada seorang cowok yang lagi tidur sambil memegang dua buah teh kotak yang bikin gue ngiler. Hehehe karena gue suka banget minum teh kotak. Ni orang tidur anteng banget, pake headset trus tidur di tengah-tengah keramaian kayak gini. Gue jadi inget diri gue sendiri yang mudah ngantuk juga di tempat mana pun. Sejenak gue liatin, nih orang jangan-jangan si akang, tapi tetep aja ngebleng di otak, gue kucek-kucek mata, tetep aja gak kebayang wajah akang. Tiba-tiba aja orang samping gue terbangun, dia kaget melihat gue dan tersenyum manis geto. Gue yang malu karena kepergok lagi ngepoin orang langsung minta maaf.

"Maaf, maaf. Maaf ya, maaf saya gak sopan. Saya lagi cari orang soalnya, saya kira mas orang yang saya cari...” gue minta maaf dengan membrondong kata maaf sama tuh cowok.

Tuh cowok malah mengernyitkan dahinya, dan langsung tersenyum ramah.

“Iya mbak gapapa. Emang mbak lagi nyari siapa?” Tanyanya, yeee ni orang malah yang ngepoin gue.

“Su... eh, orang yang baru pulang dari London” aduh hampir aja keceplosan, bisa diketawain gue kalau gue lagi nyari suami gue sendiri di stasiun.

“Saudara, mbak?” dia balik nanya.

“Hehehe, aduh mas susah saya ungkapkan dengan kata-kata.” ngeles yang pinter biar gak keliatan bloon.

“Oh...”

“Eh nih saya punya teh kotak, mbak mau?” tiba-tiba banget nih orang nawarin teh kotak yang gue sukai, tapi gue inget pesan nyokap katanya kalau di tempat umum jangan gampang nerima makanan atau minuman dari orang yang gak kita kenal, tahu-tahu itu udah dikasih obat bius atau semacamnya, trus gue ntar pingsan dan gue dirampok ma orang itu, atau gue diculik. Oh My God jangan dong gue kan belum ketemu akang, masa ntar tragis banget di koran “Seorang Istri Jurnalis, mati mengenaskan di Stasiun.” Wah gak banget, imajinasi gue yang terlalu ngalir kadang juga lebai. Sebisa mungkin gue tolak dengan halus tanpa menyinggung masnya.

“Mmm makasih mas, saya lagi gak haus. Silahkan buat mas saja.” tak lupa tersenyum manis agar masnya gak tersungging eh tersinggung.

“Mbak gak coba menghubungi orang yang mbak cari, siapa tahu saja ternyata orang yang mbak cari sudah pulang.” 

OMG. Iya juga ya, karena akang kelamaan nunggu, akang pulang duluan gitu ke rumah, mungkin aja kan, lagian gue kan gak bisa dihubungi karena Hp lagi mati.

“Mbak... Mbak...” Cowok itu mengibaskan tangannya ke depan muka gue yang lagi bengong.

“Eh, iya mas...”

“Mbak, sudah coba hubungi belum orang yang mbak cari?” tanyanya lagi padaku.

“Mmm, Hp saya mati jadi gak bisa hubungi dia.”

Cowok itu membuka ransel, mengambil Hp dan menyodorkannya pada gue. “Nih mbak, saya pinjamkan Hp saya. Mbak hafal nomor Hp orang yang mbak cari gak?

Nomor HP?! Ahaaa! Aku ingat nomor Hp akang, maklum karena kurang kerjaan kalau ngelamun, ya ngafalin nomor Hpnya.

“Oh iya, saya hafal nomor Hpnya.”

“Berapa mbak nomor Hpnya biar saya ketikin”

Ya ampun nih cowok, mau ketikin segala, dipikirnya gue kagak bisa apa ngetik sendiri.

“0812xxxxxxxx”

Dia memberikan Hpnya. 

“Nomor yang anda hubungi sedang sibuk” ya, sibuk. tambah lemes deh.

“Nih mas, terima kasih. Orangnya gak bisa saya hubungi.”

Saat melihat Hp ni cowok gue jadi inget sesuatu.

“Oh iya, Hp mas setipe sama Hp saya deh. Mas bawa chargeran Hp gak?” Ngarep banget gue.

“Bawa mbak. Boleh, silahkan mbak pinjam.” Dia kembali mengambil barang dari ranselnya dan memberikan chargeran Hpnya.

Tanpa pikir panjang gue langsung tengok kiri-kanan mencari sumber listrik.

“Mas, saya pinjam bentar ya chargerannya. Mas masih lamakan disini?”

Cowok itu tersenyum dan mengacungkan jempolnya, tanda iya. Gue langsung lari mencari sumber listrik di stasiun ini, dan akhirnya gue dapet colokan sumber listrik di sebuah warung penjual donat alias “Dunkin Donuts”. Ckckck, seumur hidup baru ke dunkin donuts cuma buat nyarjer Hp. Tanpa pikir panjang gue langsung colokin tuh chargeran ke colokan, setelah satu menit gue hidupin Hp. Waw, banyak banget SMS yang membrendel Hp gue dari dua nomor. Nomor akang dan nomor operator yang mengabarkan bahwa gue barusan dihubungi oleh nomor akang. Huhuhu akang maafin istrimu yang dodol ini, pasti akang sekarang juga lagi bingung nyariin. Segera gue telpon suami gue tercinta.

“Tuuuuuuut... Asalamualaikum...” suara ngebass suami gue terdengar. Haduh gue makin merasa bersalah.

“Walaikumsalam, akang...” gue gak bisa meneruskan kata-kata gue karena malu.

“Halo Ria sayang, kamu di mana dek?”

“Akang, aku... Aku... Akang dimana? Maafin aku kang...” nangis bombai gue karena merasa berdosa membuat suami gue menunggu.

“Dek, kamu kenapa nangis? Akang masih di satsiun nih, nungguin adek.”

Haaa... OMG ternyata akang masih ada di stasiun. Gue langsung nyari sesosok cowok yang lagi nelpon di luar Dunkin Donuts. Aduh terlalu banyak orang di stasiun.

“Akang, akang maafin aku, akang di mana? Aku segera jemput akang nih.”

“Tut tut tut tut” bunyi Hp dimatikan. Huaa jangan-jangan akang marah, jadi matiin Hpnya. Gue lemes tak berdaya, dan menutup wajah dengan kedua tangan.

Tiba-tiba sebuah teh kotak disodorkan ke samping gue. Gue kesel amat nih sama pelayan dunkin donuts, gak tahu apa orang lagi sedih.

“Maaf mbak saya gak pesen teh kotak.” jawab gue ketus.

Kok pelayannya diem. Gue menoleh kepada orang yang memberikan gue teh kotak, eh ternyata bukan pelayan tapi cowok yang gue pinjem chargerannya. Mungkin dia mau ambil chargerannya kali ya.

“Eh mas maaf, ini chargerannya mau diambil ya” gue langsung mencabut chargeran dari colokan sumber listrik dan menggulungnya.

“Akang ada di depan kamu sayang...”

What! Ni orang berani banget. Eh tapi tunggu maksudnya apa, gue mengernyitkan dahi bingung dengan apa yang dikatakan cowok pemilik chargeran.

“Maksud lo?” dengan spontan gue nanya. Dia mengernyitkan dahinya.

“Maria Ulfa, ini akang. Pria yang nikahin Ria sembilan hari yang lalu” jawabannya mantap sambil tersenyum.

Gue melongo dan salting, sumpah gue masih gak percaya, apa iya cowok depan gue akang. Parah banget.

“Hari ini akang masih maafin kamu karena kamu lupa wajah akang, tapi satu hal yang harus kamu inget. In sya Allah akang gak akan lupa sama wajah polos istri akang tersayang hehehe.”

Air mata gue berderai tak tertahan gue bener-bener malu, jadi selama beberapa menit yang lalu gue kelihatan banget begonya depan suami gue sendiri.

“Diminum Teh Kotaknya, waktu akang baca CV kamu, katanya minuman kesukaan kamu teh kotak kan?”

Huwaaa tambah malu gue, dia bisa inget apa yang jadi kesukaan gue, sedangkan gue sama wajah suami gue sendiri aja lupa.

“Akang, aku...” pipiku memerah seketika menahan malu.

“Sebelum pulang kita makan donat dulu ya disini.” tangan akang mencubit pipi merahku.
-Disadur dari kisah nyata_Herlin Herliansah-




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Malam Terakhir

Kisah ini terjadi di Malaysia beberapa tahun yang lalu. Namun penyesalan berkepanjangan terus mengikuti sang istri.

Berikut ini kisah lengkapnya seperti diterjemahkan secara bebas dari laman fitrihadi.com :

Sebenarnya kami adalah pasangan yang romantis. Bahkan, teman-teman sering memperbincangkan keharmonisan kami. Meskipun bekerja, aku tetap melayani suami dan mengurus anak-anak dengan baik. Aku bersyukur suami memahamiku dengan baik. Ini membuat aku semakin sayang kepadanya. Sementara suamiku, di tengah kesibukannya, ia juga selalu membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik. Ia juga sering mengimamiku shalat. Aku bahagia dengan hubungan kami.

Hari itu, Senin. Aku ingat betul. Aku pergi ke kantor pagi-pagi karena banyak urusan yang harus aku selesaikan. Termasuk janji bertemu dengan sejumlah klien. Biasanya jam 6 petang aku sudah berada di rumah, hampir bersamaan dengan azan Maghrib berkumandang. Aku lihat suamiku telah bersiap-siap untuk shalat Maghrib. Pun anak-anak telah tampil rapi, mereka sudah mandi dan tampak riang bersama ayahnya. Aku lihat suamiku sangat bahagia bersama anak-anak petang itu.

Ba’da Maghrib, kami keluar ke sebuah restoran. Jaraknya sekira 5 kilometer dari rumah. Sepanjang perjalanan kami bergurau, ngobrol ke sana kemari, disertai tawa yang kadang-kadang lepas. Aku merasakan kegembiraan suamiku petang itu lain dari biasanya. Cara bercandanya, cara tersenyum dan tertawanya. Dalam hati aku hanya bisa bersyukur dan berbahagia.

“Sudah jam 12.30 tengah malam, Bang. Ayo pulang,” kataku setelah melihat jam tangan. Tak terasa sudah larut. Tanpa banyak bicara, suamiku pergi ke kasir.

Kami tiba di rumah dua puluh menit kemudian. Anak-anak kami yang jumlahnya tiga orang segera masuk rumah dan tidur. Usia si bungsu baru tujuh tahun, sedangkan si sulung berusia 12 tahun. Aku juga mulai mengantuk. Maklum, di jam segini dan setelah perut terisi dengan makanan lezat restoran tadi, bawaannya ingin langsung tidur saja. Di saat seperti itu suami membelai rambutku, ia menginginkan sesuatu. Tapi mataku terasa berat, aku ingin tidur.

Suami membisikiku, ini permintaan terakhirnya. Namun, aku berpikir, aku mengantuk dan dia juga mungkin kecapekan. Lebih baik besuk saja. Perlahan-lahan suami melepaskan pelukannya.

Pagi harinya, ada perasaan tak menentu. Seperti ada hal besar yang akan terjadi. Aku menelpon suami, tetapi tidak dijawab. Hingga kemudian aku dikejutkan dengan telepon dari kepolisian. Mereka mengabarkan bahwa suamiku kecelakaan dan memintaku segera datang ke rumah sakit. Hatiku seakan pecah saat itu. Aku ke rumah sakit, tetapi segalanya telah terlambat. Suamiku menghembuskan nafas terakhirnya sebelum aku tiba di sana. Air mata menjadi saksi betapa aku sangat kehilangan dirinya.

Yang lebih kusesali, meskipun aku telah ridha dengan takdir dari-Nya, aku tidak memenuhi permintaan di malam terakhirnya. Hatiku dihinggapi perasaan bersalah yang luar biasa. Aku takut jika suamiku pergi menghadap-Nya dalam kondisi tidak ridha kepadaku. Dan aku tidak sempat meminta maaf kepadanya karena kini ia telah terbaring kaku.

Aku jadi ingat dengan hadits Nabi, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang suami yang mengajak istrinya tidur bersama, lalu ditolak isterinya, maka malaikat yang di langit akan murka kepada istrinya itu hingga suami memaafkannya.”

Setiap kali teringat suami, mataku gerimis. Pipiku basah. Aku hanya bisa memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi seluruh wanita muslimah di segala penjuru dunia. Jika suamimu memintamu, sepanjang kau mampu, penuhilah. Sebab engkau tak pernah tahu kapan tiba-tiba Allah mengambil suamimu. Dan semoga engkau selalu mendapatkan rahmat-Nya, tersebab suami yang selalu ridha padamu kapan pun juga.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 5, 2014

Pengaturan Keuangan

Apakah Anda tahu berapa besar gaji pasangan Anda? Agar masalah keuangan tidak merusak keharmonisan keluarga Anda, pastikan Anda dan pasangan jujur soal masalah yang satu ini. Sebelum menikah, persoalan keuangan mungkin tidak menjadi sebuah hal yang penting untuk dibahas. Saat sudah menikah, tentu saja ada hal-hal baru yang akan Anda alami bersama pasangan Anda. Tiba-tiba, masalah keuangan kini menghampiri Anda dan pasangan Anda. Bila dulu Anda tidak mengurusi soal gaji si dia, setelah menikah, mau tidak mau, Anda harus sama-sama tahu berapa besarnya gaji pasangan Anda.

Untuk membangun hubungan yang harmonis dalam sebuah keluarga, memang tak semudah yang dibayangkan. Pasti selalu saja ada masalah yang mengganjal, bahkan tak terselesaikan, misalnya tentang masalah keuangan. Nah, yang harus Anda pahami dalam masalah keuangan keluarga ialah tentang keterbukaan atau kejujuran terhadap pasangan mengenai keuangan yang dimilikinya. Jadi, jangan hanya terfokus pada pengelolaan keuangan, penghasilan, atau tabungan sebab, percaya atau tidak, sebenarnya akar masalah keuangan keluarga justru terletak pada masalah “kejujuran” antar pasangan lho.

Keharmonisan Rumah Tangga
Survei yang dilakukan National Endowment for Financial Education di Amerika menyebutkan, dari sampel 2.035 orang dewasa yang diambil, 33 persen orang memilih berbohong tentang masalah keuangan pada pasangannya. Seperti dilansir huffingtonpost.com, survei ini juga menyebutkan 35 persen pasangan merasa telah dibohongi oleh pasangannya dalam masalah keuangan.
Tak aneh memang, sebab yang namanya masalah keuangan selalu sensitif, apalagi jika sudah dihubung-hubungkan dengan yang namanya keluarga. Dalam buku yang ditulis Maire Allvine, The Family CFO: The Couple’s Business Plan for Love and Money, diungkapkan bahwa sebagian besar pasangan suami-istri tidak tahu cara yang benar untuk membicarakan keuangan. Penulis yang juga merupakan financial planner ini menegaskan kebanyakan dari mereka justru bereaksi sangat emosional saat membicarakan uang. Bahkan tak sedikit di antara pasangan suami-istri yang saling mencintai ini lebih memilih untuk tidak membicarakan soal uang sama sekali agar terbebas dari perdebatan atau konflik seputar keuangan keluarga.
Hati-hati bagi Anda yang suka tertutup dengan masalah keuangan dengan pasangan Anda. Jangan biarkan berlarut- larut. Ibarat efek bola salju, justru ketidaktegasan dalam penyelesaian masalah keuangan ini akan berdampak buruk bagi keberlangsungan keluarga Anda. Bahkan, saking rumitnya, tak sedikit pasangan yang menjadikan alasan keuangan ini untuk berpisah alias bercerai. So, daripada menjadi bahan pertikaian, lebih baik saling terbuka dan jujur saja, bukan? Dalam berumah tangga, keterbukaan diperlukan dalam segala hal, termasuk masalah keuangan.
Istri biasanya menuntut suami untuk terbuka tentang jumlah gajinya setiap bulan, begitu juga sebaliknya, sang istri juga harus pandai “berhitung” dalam mengelola keuangannya. Sedangkan untuk istri yang bekerja, idealnya ia juga melakukan hal sama seperti apa yang dipintanya kepada pihak suami agar rasa kebersamaan yang dijalankannya ini menjadi jauh lebih positif.
Menurut Ligwina Hananto, CEO Quantum Magna Financial, istri harus jujur tentang jumlah penghasilannya, sebagaimana suami yang jujur tentang jumlah penghasilannya setiap bulan. “Kita harus membantu suami jika penghasilan kita ternyata lebih besar. Jangan egois dengan mengatakan uangmu adalah uangku, tapi uangku adalah uangku sendiri. Penggabungan penghasilan suami dan istri itu berguna untuk memperbesar jumlah tabungan yang bisa disisihkan bagi masa depan anak,” jelas Ligwina.

Hilangkan Kebiasaan Buruk
Bagaimana merancang keuangan keluarga agar tiap bulan tidak hanya habis untuk pengeluaran harian, tapi bisa juga disisihkan untuk ditabung bahkan berinvestasi?
Agar pengelolaan keuangan keluarga lebih terencana, Anda perlu menyusun anggaran alias rancangan bujet. Dari sini Anda bisa melihat dengan terperinci lalu lintas keluar-masuknya keuangan Anda. Untuk bagian ini, Anda diwajibkan melakukan perhitungan anggaran bersama pasangan.
Selain meningkatkan keharmonisan rumah tangga, cara ini terbilang ampuh untuk mengedukasi pasangan yang terbilang boros. “Sering kali masalahnya bukan terletak pada penghasilan yang kurang, tapi kebiasaan yang salah dalam mengelola uang,” ungkap Ligwina. Sebenarnya mengatur keuangan keluarga tidaklah sulit. Kuncinya hanya masalah keterbukaan atau kejujuran, selebihnya biar kedisiplinan Anda dan pasangan dalam mengelola sistem penganggaran yang telah dibuat bersama ini.

Tip Mengelola Anggaran Bersama
Rencana keuangan yang realistis membantu Anda dan pasangan untuk bersikap objektif soal pengeluaran uang keluarga. Tak perlu terlalu ideal sehingga lupa kebutuhan diri sendiri. Tak ada salahnya memasukkan kebutuhan pergi ke salon, berlibur bersama keluarga, dan membeli kebutuhan pribadi (shopping). Yang penting, anggarkan secara realistis keuangan keluarga Anda terlebih dahulu, dan patuhilah.

Berikut ini cara-cara sederhana untuk mengelola keuangan keluarga Anda.
  • Pahami antara “Butuh” dan  “Ingin” : Tak jarang kita suka membelanjakan uang untuk hal yang tak terlalu penting atau hanya didorong oleh rasa keinginan, bukan kebutuhan. Buatlah daftar berupa tabel yang terdiri dari kolom untuk item belanja, kebutuhan dan keinginan. Setelah mengisi kolom item belanja, isilah kolom “kebutuhan” dan “keinginan” dengan tanda cek (V). Dari sini, pertimbangkan dengan lebih matang benda atau hal yang perlu Anda beli atau tidak.
  • Hindari Utang : Godaan untuk hidup konsumtif semakin besar. Tapi, bukan berarti dengan mudah Anda membeli berbagai benda secara kredit. Tumbuhkan kebiasaan mengelola keuangan secara sehat. Mungkin Anda bisa memulainya dari hal yang paling sederhana, seperti tak memiliki utang.

  • Meminimalkan Belanja Konsumtif : Pada kenyataannya, hal inilah yang sulit. Pertama-tama, yang harus Anda ingat adalah bahwa Anda telah terikat dengan yang namanya anggara keluarga, jadi jangan biarkan Anda terus bersikap konsumtif. Lucunya, kebanyakan pasangan justru hanya mampu menahan belanja konsumtif yang sifatnya “pengeluaran” besar, seperti belanja pakaian dan gadget. Sedangkan yang kecil seperti nongkrong di kafe atau restoran dengan teman-teman kantor, tak tertahankan, padahal Anda bisa gunakan pengeluaran ini untuk menabung atau memenuhi kebutuhan lain. Kebiasaan tersebut boleh saja Anda lakukan, asalkan hal itu tidak mengganggu keuangan keluarga Anda.

  • Tetapkan Tujuan atau Cita-cita Finansial : Susun target keuangan yang ingin Anda raih secara berkala bersama pasangan. Tetapkan tujuan spesifik, realistis, terukur, dan dalam kurun waktu tertentu. Tujuan ini membantu Anda lebih fokus menjalankan rencana keuangan keluarga. Misalnya, bercita-cita membeli rumah atau kendaraan baru.

  • Menabung : Anda dan pasangan perlu me-mindset hal ini. Usahakan setelah menerima gaji, sisihkan untuk tabungan dalam jumlah yang telah Anda rencanakan sesuai tujuan atau cita-cita finansial keluarga Anda. Sebaiknya Anda memiliki rekening terpisah untuk tabungan dan kebutuhan sehari-hari.

  • Dana Darurat : Dalam penyusunan anggaran keuangan keluarga, pastikan Anda menyiapkan dana darurat. Sisihkan sekitar 20–30 persen dari penghasilan awal Anda, dan pisahkan dana ini ke dalam tabungan tersendiri. Ingat, karena sifatnya yang “darurat”, jadi tabungan ini hanya dapat digunakan dalam situasi genting.

  • Berinvestasilah : Tentu Anda tak akan puas dengan hanya menunggu tabungan membubung. Padahal cita-cita Anda dan keluarga “selangit”. Inilah saat yang tepat untuk mulai berinvestasi. Takut akan risiko investasi? Tak perlu khawatir, Anda hanya perlu belajar pada ahlinya. Konsultasikan keuangan Anda dengan ahli keuangan yang andal





shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 4, 2014

Jarak Usia Kakak dan Adik

Apa kelebihan dan kekurangan memiliki dua anak dalam jangka waktu tertentu? Meskipun setiap anak dan keluarga berbeda-beda, secara umum, paparan berikut dapat menggambarkan situasi yang akan dialami serta konsekuensinya. 

Jarak usia kakak-adik - Konsekuensi bagi orang tua - Konsekuensi bagi kakak-adik
  • Jarak 1 – 2 tahun

Anda hanya akan punya sedikit waktu untuk dihabiskan bersama pasangan. Banyak hal yang harus dipikirkan setiap hari. Kelebihannya, karena usia kakak adik dekat, biasanya hubungan mereka cukup akrab dan Anda tak harus terus-menerus menemani.
Kedekatan hubungan kakak-adik biasanya sangat erat. Satu sama lain memiliki minat yang kurang lebih sama. Di sisi lain, tingkat persaingan cukup tinggi, terutama pada kakak-adik dengan jenis kelamin yang sama.

  • Jarak 3 – 4 tahun

Ritme hidup berjalan lebih santai dibandingkan mereka yang jarak usia anaknya 1 – 2 tahun. Lebih banyak waktu untuk memperhatikan anak satu persatu.
Bagi si sulung, kehadiran adik akan dihadapi dengan lebih baik. Si sulung selama 3 – 4 tahun telah cukup membangun fondasi bonding dengan orang tua. Ia tidak merasa terancam dengan hadirnya adik. Kakak biasanya menempatkan diri sebagai pembimbing adik

  • Jarak 5 tahun atau lebih

Fase menjadi orang tua akan lebih panjang. Ayah dan ibu dapat menikmati setiap kehadiran anak dengan lebih tenang dan fokus selama masa balita.
Hubungan antar saudara belum tentu erat. Seolah orang tua membesarkan dua anak tunggal di waktu berbeda. Sehingga perilaku dan kecenderungan si adik tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap dan perilaku si kakak. 
Demikian semoga bisa menjadi wawasan dan pertimbangan kita calon orang tua dalam mengatur jarak putra-putri kita demi perkembangan mereka.
_artikel ayah bunda_




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee