Showing posts with label Preparing. Show all posts
Showing posts with label Preparing. Show all posts

Dec 10, 2014

Merenungi Akhir Kehidupan

Seseorang yang senantiasa memikirkan akhir kehidupan tentulah akan menaruh kewaspadaan. Seseorang yang meyakini betapa lamanya perjalanan menuju kekekalan maka akan melakukan banyak persiapan. Seseorang yang memahami kesulitan kala di Yaumil Mizan dia kan bergegas tuk kumpulkan perbekalan.

Ibnul Jauzi menasihati kita: 
"Aku sungguh heran kepada kalian, wahai orang yang meyakini sesuatu namun kemudian melupakannya. Aku sungguh takjub melihat kalian, wahai orang yang mempercayai sesuatu kemudian mendekatinya! Dan Aku begitu takjub kepada kalian kala kalian takut kepada manusia yang seyogyanyalah takut kepada Allah SWT."
Kadang kita terpedaya oleh kesehatan hingga lalai bahwa sesaat akan datang malaikat kematian. Kadang kita terkecoh dengan kesenangan hingga kita lalai bahwa kesulitan telah disiapkan.

Bersiaplah...
Bersiaplah...
Berhati-hatilah...
Hatta Akhirul Barakah...
(Hingga Akhir yang Barokah).
-Rochma Yulika-




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Aug 11, 2014

Mengenal Gaya Komunikasi dan Kebutuhan Emosional Pada Pria

Materi kopdar keempat dari komunitas to be wonderful wife pada tanggal 6 Juli 2014 yang lalu disampaikan oleh Adri Suyanto, seorang trainer dan ayah dari dua orang putri. Materi ini sbnrnya terinspirasi dari buku "Men Are From Mars, Women Are From Venus"

Mengapa materi ini sangat penting dan wajib diketahui oleh semua (calon) istri?

Yup, karena secara psikologis kebutuhan seorang laki-laki berbeda dengan wanita. Karena cara mereka berkomunikasi berbeda dengan cara wanita berkomunikasi.
Karena kita sebagai sosok kaum hawa seringkali justru bersikap dan menganggap sama apa yang mereka rasakan dengan apa yang kita rasakan, menganggap sama apa yang mereka butuhkan dengan apa yang kita butuhkan, menganggap sama bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah dengan bagaimana cara kita menyelesaikan masalah. Menganggap sama inilah yang justru akhirnya membangun jurang yang semakin lebar antara suami dan istri. Itulah mengapa penting bagi kita untuk memahami materi ini.

Ada beberapa hal yang tidak disebutkan dalam buku ini. Pada dasarnya tatacara komunikasi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan karakter. Kalau dalam pelajaran biologi kita dulu ada istilah fenotif = genotif + lingkungan. Ini juga berlaku dalam hubungan dalam rumah tangga.
Misal secara psikologis tentu orang-orang dengan tipe sanguinis akan berbeda dengan mereka yang bertipe melankolis, koleris, dan plegmatis.
Orang sanguinis seperti saya adalah tipe yang hidup di masa kini, sedangkan istri saya bertipe melankolis yang bias hidup di masa yang akan datang. Sehingga lebih sering ketika berdiskusi saya bisa mengandalkan argumen-argumen beliau yang memang bisa berpikir jangka panjang dan analitis. Kalau seorang suami tidak menyadari perbedaan ini mungkin yang muncul adalah perasaan selalu dikalahkan oleh istri karena lebih sering berargumen dan beranalisis dalam diskusi. Padahal ini sebuah keuntungan tersendiri. Bisa menutupi kekurangan kita dengan kelebihannya. Begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu tak ada salahnya saat kita telah memiliki pendamping hidup nanti bisa melakukan tes personality ini. Agar kita tahu apa dan bagaimana sih tipe kepribadian kita dan suami kita. Agar kita faham apa sih kelemahan pada tipe kita dan suami kita. Mengetahui dan memahami inilah salah satu upaya untuk menghindari konflik yg berlebihan. Bisa searching kok tentang tes dan keterangan tipe-tipe personality ini.
Sebenarnya tes kepribadian jenis ini juga dipengaruhi lingkungan. Ada tes lain sebenarnya yang bisa kita pakai untuk melihat jenis kepribadian kita secara genetik dan ini ilmiah. Tes stifin. Kita akan tahu apakah kita masuk kategori orang sensing, thinking, intuiting, feeling, ataukah insting. Saat kita tahu maka kita bisa tepat cara mengarahkan dan memotivasi. Kebetulan saya tipe intuiting ekstrovert dan istri saya intuiting introvert.

Hal lain yang tidak disebutkan di buku ini dan perlu kita pahami adalah ternyata selain tipe kepribadian mempengaruhi karakter seseorang, lingkungan juga mengambil peran penting dalam hal ini.
Bagi seorang suami seperti saya yang lahir dan besar di kota kecil mungkin memiliki lingkungan yang tidak sama dengan istri yang lahir dan besar di kota besar. Jika kami terbiasa berbicara dengan volume tinggi, sebaliknya dengan istri. Jika di daerah saya cara "memuji" anak kecil dengan ungkapan misalnya : wah arek koq elek, irunge pesek.. (Wah anak koq jelek, hidungnya pesek). Tapi bagi istri saya yg mendengar ungkapan ini di awal tentu akan sangat kaget dan tersinggung. Yup, ternyata lingkungan juga berpengaruh dalam pola interaksi suami-istri. Dan saling bercerita, menyampaikan apa yg disuka dan tidak disuka dari kebiasaan pasangan hidup kita bisa membantu proses adaptasi semakin mudah.

Kembali pada buku "men are from mars, women are from venus". Ada beberapa bab yang coba mengupas tentang perbedaan umum pada seorang pria dan wanita. Apa saja dan bagaimana berkompromi dengan perbedaan itu?

A. Perbedaan Nilai (Value)
Perempuan : memberi  atau menawarkan petunjuk/nasehat tanpa diminta
Bagi kaum perempuan yang lebih sering menyenangi pola kedekatan hubungan. Sering ngobrol dengan teman-teman kita, kadang saling curhat dan menceritakan masalah atau kegalauan hati, lalu kawan kitapun memberikan nasihat meski tanpa kita minta. Dan kita fine-fine aja. Malah sebaliknya: senang. Betul??
Padahal, pola ini tidak berlaku bagi para laki-laki! Mereka akan merasa tidak dihargai saat perempuan melakukan hal itu. Karena secara naluri, fokus laki-laki ada pada proses keterampilan dan  penyelesaian masalah. Mereka tidak akan pernah bertanya dan minta solusi sampai ia merasa paling buntu. Karena tantangan sekaligus menjadi prestasi bagi mereka saat bisa menyelesaikan masalah. Mereka akan meminta masukan solusi saat mereka BUTUH dan mereka akan  bertanya/mengungkapkannya.
Laki-laki : menawarkan penyelesaian, tanpa menghiraukan perasaan.Karena tipe umum laki-laki yang tidak akan bertanya kecuali sudah buntu dan merasa perlu meminta bantuan, maka ketika ia dapati seorang istri sedang menyampaikan keluh kesahnya hampir dipastikan ia akan memberi solusi. Karena ia pikir kondisinya sama. Padahal biasanya perempuan menceritakan masalahnya lebih sering hanya untuk minta didengarkan, bukan untuk dikritik dengan masukan yang kadang kurang menghiraukan perasaan.

Aug 8, 2014

Menata Niat & Menjaga Proses

Hari ini Vee mau ngebagiin materi yang disampaikan oleh dr. Anna Purnamasari pada saat kopdar kedua Komunitas to be Wonderful wife yang lalu..
Let's read it slowly..
^^

Ada tiga hal yang membuat motivasi menikah semakin kuat. Apa sajakah itu?
  • Pertama, menikah adalah BAGIAN dari meraih CITA-CITA. Jadi, menikah itu BUKAN cita-cita.
  • Kedua, POTENSI. Baik potensi fisik, ruhiyah, maupun pemikiran.
  • Ketiga, adanya PELUANG.
Jika terdapat ketiga hal tersebut, tentunya motivasi menikah kita semakin tinggi.

Lalu, mengapa sih kita harus menikah?
Kita ingat, manusia diciptakan Allah di dunia memiliki 2 tugas utama :
  1. Untuk beribadah sebagaimana terdapat dalam QS. 51 : 56. Salah satu ibadah ialah dengan menikah.
  2. Manusia diciptakan menjadi khalifah di muka bumi. Kita diberi tugas untuk memanfaatkan dan merawat bumi ini.
Coba kita lihat fenomena saat ini. Banyak anak-anak yang terlahir autis, hiperaktif. 
Autis adalah anak yang sibuk dengan dunianya sendiri. Ia melakukan repetitive behaviour yang tidak bertujuan. Anak autis penyebabnya ialah terdapat banyak logam berat di dalam tubuh. Fenomena semacam ini merupakan akibat dari manusia kurang menjaga diri dan lingkungannya.

Dengan menikah, manusia bisa mengoptimalisasi tugasnya beribadah sekaligus menjadi khilafah. Menikah tidak hanya sekedar karena usia sudah cukup, ada kecenderungan hati dengan seseorang, dan memang karena harus menikah. Menikah tidak hanya sekedar I LOVE YOU dan YOU LOVE ME. Tidak sesederhana itu! Ada misi yang kita emban di sana.

Lalu, apa sebenarnya fungsi menikah? dr. Anna memaparkan 6 fungsi menikah, yaitu biologis, psikologis, reproduktif, sosial, mengokohkan dakwah dan peradaban, serta mendidik manusia agar lebih berkualitas. Mari kita bahas satu persatu.

Aug 7, 2014

Persiapan Menuju Pernikahan Part 2

Postingan kali ini lanjutan dari materi sebelumnya yang disampaikan oleh mbak Euis Kurniawati pada kopdar #1 tanggal 25 Mei 2014.
Yuks mari menyimak lanjutannya..
^^

Sebelumnya kita sudah bahas sekilas tentang persiapan pernikahan yang pertama yaitu persiapan ruhiyah/mental (ada 4 point : ujian dan tanggung jawab. Sabar dan syukur. Mengubah espektasi menjadi obsesi. Menata ketundukan pada semua ketentuan-Nya)

Persiapan pernikahan yang selanjutnya :
2. Ilmiyah Tsaqafiyah / Ilmu pengetahuan.
Ada banyak hal ternyata yang HARUS kita pelajari dan pahami sebelum masuk gerbang pernikahan, bahkan bagi mereka yang telah menikah pun pasti akan merasakan hal yang tidak jauh berbeda, butuh selalu belajar, butuh selalu menimba ilmu. Karena dinamika rumah tangga begitu luas, begitu kompleks, dinamis. Akan lebih membantu jika sebelum menemui masalah kita sudah punya wacana tentang itu dan tahu bagaimana bertindak dengan tepat. Akan berbeda kalau sekedar trial-error. Ibarat kita akan beli sebuah peralatan elektronik misalnya, pasti ada buku petunjuk tentang penggunaannya dan antisipasi apa yang harus dilakukan agar tidak rusak. Begitu pula dengan pernikahan.
Mungkin saat kita berupaya menambah wawasaan kita, misal dengan baca buku / buka link-link artikel, akan ada bersitan pikiran, “Aduh.. Rasanya kok hampa ya, males, kayaknya belum terlalu urgent belajar ini.” Hmm.. Paksakan saja terus baca, yakinkan diri saja, mungkin ndak terasa manfaatnya saat ini, tapi suatu saat nanti info ini PASTI
akan sangat berguna.
Beberapa ilmu yang perlu kita pelajari sebelum menikah, antara lain:

  • Fiqh

Pernah ada cerita seorang kawan yang kebetulan habis ngisi taklim ibu-ibu paruh baya di sebuah kota, banyak dari mereka yang belum ngerti kalau ternyata ada kewajiban mandi junub setelah berhubungan suami istri. Kewajiban itu saja mereka belum paham, apalagi caranya. Padahal rata-rata sudah menikah bukan dalam hitungan bulan. Tapi sudah bertahun-tahun bahkan banyak yang usia pernikahannya diatas 10 tahun. Lalu bagaimana dengan sholatnya selama ini? Wallahu a’lam ..
Jika istri telah bersih dari haidh, apakah boleh berhubungan dengan suami meski ia belum bersuci (mandi besar)? Ini juga masuk bahasan fiqh. Termasuk juga tentang apakah beda status najis pada pipis bayi laki-laki dan bayi perempuan? Fiqh pula yang akan menjawabnya. Dan masih banyak contoh yang lainnya.
In sya Allah pada pertemuan-pertemuan berikutnya akan diundang ustadz yang kompeten untuk membahas masalah ini. 

Aug 5, 2014

Persiapan Menuju Pernikahan Part 1

Baru-baru ini Vee ada ikutan komunitas baru, namanya To Be Wonderful Wife. Taunya dari temen sih, tentang komunitas dimana saling berbagi tentang menjadi seorang istri yang baik untuk keluarga tercinta. 
Pada 'pertemuan' pertama, kemaren dikasi cerita materi yang disampaikan oleh mbak Euis Kurniawati (Ibu dari dua orang puteri dan merupakan ketua komunitas 2b WOW) pada kopdar#1 tanggal 25 Mei 2014 lalu.
Yukslah kita simak perlahan materi yang sudah diberikan, semoga bermanfaat..
^^

Dalam perbincangan seputar pernikahan, sering kali kita mendengar istilah “menyegerakan atau tergesa-gesa".
Sebenarnya apa yang membedakan 2 kalimat ini? 
Apakah soal berapa lama kita ada dalam masa penantian? 
Ataukah tentang seberapa cepat dan pada usia berapa kita bertemu sang pangeran dan bersanding di pelaminan?

Ternyata tak sepenuhnya demikian.
Menyegerakan dan tergesa-gesa lebih pas jika dimaknai dalam konteksnya seberapa lama persiapan yang kita lakukan untuk menuju gerbang pernikahan. Ia berbicara masalah waktu dan seberapa matang persiapan.

Ustad Salim A. Fillah misalnya, beliau menikah di usia 20 tahun. Tapi sejak usia 15 tahun beliau telah mempersiapkan diri. 5 tahun persiapan. Ini namanya menyegerakan.
Berbeda dengan seseorang yang menikah di usia 30 tahun misalnya, tapi baru melakukan persiapan dengan penuh kesadaran 6 bulan sebelum menikah. Ini masuk kategori tergesa-gesa.

Beberapa tahun lalu, saat saya masih bujang, saya sedang dalam perjalanan ke rumah nenek di kota Batu. Saat itu hampir tengah malam, kami berhenti sejenak dan saya turun dari mobil untuk pesan nasi goreng di seberang alun-alun kota apel ini. Ternyata di sana sudah ada beberapa anak punk yang ngumpul dan ngobrol heboh. Secara fisik penampilan mereka tidak jauh beda dengan anak-anak punk kebanyakan. Rambut di cat warna warni, pakai tindik di beberapa titik, pakaian dominan hitam dan bertampang “sangar”. Bukan berniat mencuri dengar pembicaraan mereka, tapi karena volumenya tidak kecil, mau ndak mau saya juga bisa ikutan dengar.
Ada yang menarik, saat salah satu dari mereka bercerita dengan sangat antusias tentang pacar barunya. Tentang keindahan fisiknya, tentang kemolekan tubuhnya, tentang kelincahan sikapnya. Wow banget deh menurutnya. Tapi tiba-tiba ada salah seorang diantara meraka yang tanya: "emang kamu mau jadikan istri?" Spontan dijawab oleh sang pacar : "ya enggak lah.. Yang bener ajaaa. Aku kalau cari istri ya yang sholehah, minimal jilbaban, biar bisa ndidik anak-anakku ntar!
Mak jlebbbbb..
Saya terkejut dengan jawaban spontannya.
Anak-anak punk yang dalam bayangan saya agak “ngeri dan sesuatu” ternyata mereka juga mendambakan sosok istri yang baik sebagai pendamping hidupnya dan ibu dari anak-anaknya kelak. Masya Allah. Apalagi kita, insya Allah. Pasti juga mendambakan sosok suami yang baik, yang shalih dan bisa menjadi imam bagi kita dan anak-anak kita kelak.

Tapi pertanyaannya adalah :
"Apakah kita sudah mempersiapkannya??? Lalu apa saja yang perlu dipersiapkan?"