Aug 7, 2014

Persiapan Menuju Pernikahan Part 2

Postingan kali ini lanjutan dari materi sebelumnya yang disampaikan oleh mbak Euis Kurniawati pada kopdar #1 tanggal 25 Mei 2014.
Yuks mari menyimak lanjutannya..
^^

Sebelumnya kita sudah bahas sekilas tentang persiapan pernikahan yang pertama yaitu persiapan ruhiyah/mental (ada 4 point : ujian dan tanggung jawab. Sabar dan syukur. Mengubah espektasi menjadi obsesi. Menata ketundukan pada semua ketentuan-Nya)

Persiapan pernikahan yang selanjutnya :
2. Ilmiyah Tsaqafiyah / Ilmu pengetahuan.
Ada banyak hal ternyata yang HARUS kita pelajari dan pahami sebelum masuk gerbang pernikahan, bahkan bagi mereka yang telah menikah pun pasti akan merasakan hal yang tidak jauh berbeda, butuh selalu belajar, butuh selalu menimba ilmu. Karena dinamika rumah tangga begitu luas, begitu kompleks, dinamis. Akan lebih membantu jika sebelum menemui masalah kita sudah punya wacana tentang itu dan tahu bagaimana bertindak dengan tepat. Akan berbeda kalau sekedar trial-error. Ibarat kita akan beli sebuah peralatan elektronik misalnya, pasti ada buku petunjuk tentang penggunaannya dan antisipasi apa yang harus dilakukan agar tidak rusak. Begitu pula dengan pernikahan.
Mungkin saat kita berupaya menambah wawasaan kita, misal dengan baca buku / buka link-link artikel, akan ada bersitan pikiran, “Aduh.. Rasanya kok hampa ya, males, kayaknya belum terlalu urgent belajar ini.” Hmm.. Paksakan saja terus baca, yakinkan diri saja, mungkin ndak terasa manfaatnya saat ini, tapi suatu saat nanti info ini PASTI
akan sangat berguna.
Beberapa ilmu yang perlu kita pelajari sebelum menikah, antara lain:

  • Fiqh

Pernah ada cerita seorang kawan yang kebetulan habis ngisi taklim ibu-ibu paruh baya di sebuah kota, banyak dari mereka yang belum ngerti kalau ternyata ada kewajiban mandi junub setelah berhubungan suami istri. Kewajiban itu saja mereka belum paham, apalagi caranya. Padahal rata-rata sudah menikah bukan dalam hitungan bulan. Tapi sudah bertahun-tahun bahkan banyak yang usia pernikahannya diatas 10 tahun. Lalu bagaimana dengan sholatnya selama ini? Wallahu a’lam ..
Jika istri telah bersih dari haidh, apakah boleh berhubungan dengan suami meski ia belum bersuci (mandi besar)? Ini juga masuk bahasan fiqh. Termasuk juga tentang apakah beda status najis pada pipis bayi laki-laki dan bayi perempuan? Fiqh pula yang akan menjawabnya. Dan masih banyak contoh yang lainnya.
In sya Allah pada pertemuan-pertemuan berikutnya akan diundang ustadz yang kompeten untuk membahas masalah ini. 

  • Komunikasi Pasangan

Ilmu tentang komunikasi pasangan perlu kita pelajari sebelum menikah. Karena pada dasarnya karakter, dan ciri khas masing-masing juga tidak sama. Jika tidak diilmui bisa berpotensi konflik dan memicu pertengkaran. 
Misal bagi seorang wanita kalau ada masalah, ia akan senang bercerita dan didengarkan. Berbeda dengan laki-laki yang lebih memilih menyendiri dan berkontemplasi. Memiliki “ruang” sendiri alias “masuk goanya” adalah cara yang khas bagi seorang laki-laki untuk menyelesaikan masalahnya. Kalau kita sebagai istri tidak memahami karakter ini, bisa-bisa kita malah menuduhnya tidak perhatian dan lari dari masalah. Padahal memang demikian caranya menyelesaikan masalah.
Contoh lagi; Saat seorang wanita bilang “tidak apa-apa”, sebenarnya ia sedang “apa-apa”. Berharap sang suami memahaminya, tapi alih-alih demikian, yang ada suami menangkapnya memang “tidak apa-apa”. Bukan gak peka, tapi memang hampir semua laki-laki demikian sebagai ciri khasnya.
Ada buku bagus yang gak ada salahnya masuk list daftar buku yang perlu kita beli. Men are from mars, women are from venus karya Jhon Gray. Gak terlalu mahal kok, sekitar 45.000. Berikut beberapa cuplikannya:
Fragmen 1
Istri : Bajunya bagus yah?
Suami : Ambil aja. Beli lah..
Istri : Tapi mahal
Suami : Demi istri
Istri : Lagi banyak keperluan bulan ini
Suami : Ya udah ga usah beli
Istri : … Hmm, ok, mau deh beli
Suami : ……….
Fragmen 2
Istri : Aku bagus gak pake ini?
Suami : Bagus
Istri : Tapi kayaknya aku kelihatan gemuk kalau pake ini
Suami : Ya udah pake yang lain
*solutif*
Istri : Tuh kaaaaan… AKU GEMUK!
Suami : -_-’
Fragmen 3
Suami : Aku anter ya
Istri : Ga usah, aku bisa sendiri
Suami : Ok deh
Istri : Jadi… Mas tega aku pulang sendiri!
Suami : @_@
Jadi wahai para istri, mulailah belajar menyampaikan uneg-uneg yang ada, mulailah berlatih menyampaikan ide dan perasaan yang sebenarnya, tak perlu pakai bahasa kiasan, tak usah pakai bahasa ambigu. Kenapa? Karena memang laki-laki diciptakan tidak bisa menangkap itu. Ia bukan paranormal yang bisa mengerti bahasa hati kita. So, sampaikanlah. Komunikasikanlah. Jangan sampai karena tuntutan alam bawah sadar kita untuk menjelma menjadi sosok istri yang shalihah kemudian memangkas keberanian kita untuk menyampaikan pendapat dan uneg-uneg di dada. Hati-hati, jika tidak disalurkan dengan tepat, ia bagai bola es yang terus menggelinding membesar dan berbahaya. Kalau gak bisa ngomong langsung bagaimana? Biasa perempuan, bisa jadi belum ngomong udah nangis duluan. Ga jadi ngomong deh.. Hehehe.. Banyak jalan menuju Roma.
Pointnya kan yang penting terkomunikasikan, caranya bisa beragam. salah satunya dengan saling diskusi via bbm/WA. Dalam bentuk tulisan. Kalau gak bisa juga? Tunggu aja di paparan materi pertemuan-pertemuan berikutnya. ^_^

  • Parenting

Hal lain yang perlu kita ilmui sebelum menikah adalah seputar dunia parenting. Waktu kita sedikit, belum puas belajar tentang menjadi istri yang shalihah tiba-tiba saja kita harus mengemban amanah menjadi ibu. Maka mengilmuinya jauh sebelum menikah menjadi sebuah kebutuhan, bahkan bisa dibilang tuntutan.
Misal seputar kehamilan, apakah ngidam itu ilmiah dan memang ada secara medis? Atau justru ternyata itu hanya dikenal di Indonesia saja? Apakah kita sudah cukup faham all about ASI? Tentang asi eksklusif, tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dan sebagainya.
Terkadang banyak juga yang masih kebingungan saat pertama kali melahirkan dan asi belum lancar keluar sudah buru-buru mau dikasih sufor. Eits, tunggu dulu. Bayi baru lahir ternyata bisa bertahan 48-72 jam tanpa minum lho, karena ia masih menyimpan cadangannya saat masih dalam kandungan.
Asi keluar tapi dikit banget, kasihan takut kurang. Emang mau dikasih seberapa, Bu? Lha wong lambung dedek bayi yang baru lahir memang cuma sebesar kelereng. Bagi saya pribadi dan suami (libatkan pula ia untuk belajar) lebih sering ngakses akun twitternya @ID_AyahASI @aimi_asi @tipsmenyusui untuk belajar.
Contoh lain tentang parenting misalkan, jika ada anak kecil lari-lari kemudian ia terjatuh dan menangis, apa yang biasanya para orang tua kebanyakan katakan? Bisa jadi antara 2 opsi ini: “Sudah dibilang, jangan lari-lari! Tuh, jatuh kan!”. Padahal dengan jawaban seperti ini anak akan belajar untuk menganggap dirinya selalu bersalah dalam hidupnya. Atau jawaban kedua: “Waduh jatuh, sudah cup, cup, ya sayang, lantainya nakal ya? Sini Bunda pukul ya lantainya”. Dari sini anak akhirnya belajar mencari kambing hitam atas kegagalannya. Padahal akan lebih pas kalau kita sebagai orang tua meresponnya dengan “Wah jatuh ya, lain kali lebih hati-hati ya Sayang. Jalannya pelan-pelan aja”.
Hmm.. Banyak sekali PR yang dipelajari di point parenting ini. In sya Allah dipertemuan-pertemuan berikutnya akan kita bahas lebih detail dengan para ahlinya..

  • Skill Domestik Rumah Tangga

Bisa masak, Mbak?| Bisa dong, masak soto, gulai, kari, iga sapi panggang dll. Tapi dalam bentuk mie instan. Hehehe…
Yap, memasak seringkali lekat dengan tugas seorang istri. Walaupun kalau dilihat bagaimana sisi Islam memandang urusan-urusan domestik seperti memasak, mencuci, dan sebagainya itu sejatinya adalah kewajiban suami. Sama seperti sebuah hadist yang mengatakan tamu adalah raja. Tapi hadist ini ditujukan bagi tuan rumah agar bisa melayani dan menjamu tamunya dengan baik. Hadist ini tidak ditujukan bagi tamu yang kemudian dijadikan patokan agar ia menuntut diperlakukan bagai raja. Begitu juga dengan urusan domestik ini. Meskipun itu kewajiban suami, tapi bukan berarti istri lepas tangan.Oleh karena itu meng-ilmui skill ini mutlak diperlukan.
Bagaimana menyusun menu makanan dengan gizi seimbang. Bagaimana mengolah makanan sisa, misalnya ketidaktahuan banyak ibu kalau ternyata sayur bayam ndak boleh dipanasi karena akan jadi racun. Bagaimana menyajikan makanan yang lezat meski tanpa vitsin dan MSG. Termasuk yang paling simpel mengenal rempah-rempah sederhana. Karena masih banyak saya jumpai adik-adik mahasiswi yang ternyata masih bingung untuk membedakan mana kencur, kunci, jahe dan laos. Masih bingung mengenali mana merica dan mana ketumbar. Masih tidak yakin mana daun salam dan mana daun jeruk purut.
Semoga kedepan kita bisa bahas ini di pertemuan-pertemuan berikutnya.

3. Jasadiyah / Fisik
Setidaknya dalam persiapan ini kita memasang 3 target berdasar prioritasnya:

  • Primer

Target primer kita adalah memastikan diri kita sehat dan aman dari penyakit. Terutama kesehatan reproduksi. Terkadang keluhan-keluhan ringan semasa gadis kalau tidak disikapi dengan tepat bisa menjadi sesuatu yang tidak nyaman saat berumah tangga. Misal tentang keputihan, pola menjaga kebersihan daerah kewanitaan, dll. In sya Allah pada pertemuan berikutnya akan ada pembahasan khusus tentang ini bersama praktisi kesehatan langsung.
Di point ini juga seolah menegaskan kepada kita untuk memastikan semua yang masuk ke dalam tubuh adalah sesuatu yang baik dan tidak berpotensi menimbulkan penyakit. Misal menghindari junk food, makan pentol dengan saus yang merah menyala, dan sebagainya.

  • Sekunder

Target kedua kita adalah bugar dan tangkas. Gak gampang lemas, ndak mudah sakit. Gesit, cekatan. Bisa dibayangkan kalau seorang ibu gampang lemas dan sakit, pasti akan kerepotan menjalankan amanahnya secara maksimal. Oleh karena itu target sekunder ini perlu diperjuangkan. Salah satunya dengan olah raga.Coba bertanya pada diri kita masing-masing. Kapan terakhir kita berolah raga? Jangan-jangan jawabannya adalah saat SMA. Saat pelajaran penjaskes di sekolah. Wow, Sudah berapa lama itu???? Hehehe..
Untuk itu, in sya Allah setiap hari Sabtu, seluruh member komunitas to be WOW akan diwajibkan berolah raga dalam bentuk apapun yang disuka. Boleh badminton, bersepeda, senam, renang atau bahkan sekedar lari dan lompat di tempat. Agar olah raga bukan menjadi hal yang memberatkan, tapi justru menyenangkan dan ringan kita lakukan.

  • Tersier

Target ketiga dalam persiapan fisik sebelum menikah adalah beauty and charm. Mudah-mudahan di pertemuan yang akan datang bisa dibahas tentang masalah ini dari ahlinya. Semoga bisa mengundang salah satu salon muslimah untuk membagi ilmunya tentang bagaimana menjaga kesehatan kulit dan rambut. Perawatan wajah minimal apa dan bagaimana yang bisa kita lakukan mandiri di rumah untuk menjaga kesehatan dan kecantikan wajah, dan sebagainya.

4. Finansial
Setidaknya ada 3 hal penting yang perlu kita siapkan sebelum menikah. Membangun wacana dengan benar, meletakkan paradigma yang proposional tentang:

  • Bahwa di point ini kita tidak berbicara tentang berapa banyak materi yang dimiliki oleh calon pangeran kita. tapi bicara potensi dan kesungguhannya untuk bertanggung jawab sepenuhnya sebagai kepala keluarga. Banyak hikmah yang sering saya dapat seputar point ini dari para sahabat dan kerabat yang lebih dulu menikah. Namun ijinkan saya berbagi kisah tentang pengalaman pribadi saya.
Dulu suami melamar saya saat beliau belum lulus kuliah. Saat itu beliau memang sudah berpenghasilan dengan aktifitasnya sesekali mengisi training-training mahasiswa atau
memeriahkan acara dengan menjadi MC. Tapi bisa dibayangkan berapa penghasilannya. Tentu tidak bisa dikatakan besar. Orang tua sempat bertanya kepada saya saat itu : “Yakin mau nikah sama Mas Adri? Belum lulus kuliah, gak punya penghasilan tetap. Terus ntar kamu mau dikasih makan apa?
Mending nikah aja sama si fulan anak teman mama itu, pekerjaannya sebagai dokter lebih menjanjikan.” Hm.. Saya buang jauh-jauh pikiran bahwa orang tua saya materialistis. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, gak ada orang tua yang menginginkan anaknya hidup susah. So, wajar kalau pernyataan itu meluncur dari bibir beliau. 
Alhamdulillah, dulu sebelum menikah saya sudah suka baca-baca buku dan artikel seputar pernikahan. Jadi punya argumen untuk menepis kekhawatiran beliau. Saya sampaikan saat itu dengan lembut, “Ma, Pak Adri memang saat ini gak berpenghasilan tetap, tapi in sya Allah yang penting beliau tetap berpenghasilan. Walaupun kami gak pernah pacaran, tapi saya lebih mantap kalau meneruskan proses dengan beliau, daripada dengan anak teman mama yang dokter itu. Dia nggak “ngaji” seperti aku, Ma. Ngerokok lagi.. Bismillah Ma, kalau memang Pak Adri yang dipilih Allah jadi pendampingku, aku gak terlalu khawatir kesulitan ekonomi kedepannya. Aku yakin nikah itu mengkayakan. Yakin, karena itu janji Allah. Gak mungkin kan Allah mau ingkar janji?”
Bareng-bareng kami buka buku Ust. Salim yang mencuplik penggalan Quran surat An-Nur: 32 “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”
Kami juga buka cuplikan tentang hadist yang jangan menikah karena harta, ada warning disana yang sudah saya singgung diresume sebelumnya. Alhamdulillah setelah itu orang tua ACC saya melanjutkan proses dengan beliau sampai akhirnya gerbang pernikahan itu nyata di depan mata.
Meski sempat mengalami kondisi sulit ekonomi, tapi kami merasa banyak campur tangan Allah disana. Misal saat kami memutuskan pisah dari orang tua untuk belajar mandiri, kami sempat bingung. Mau pindah kemana? Mau ngontrak rasanya gak mungkin. gak ada uangnya kalau langsung bayar penuh di depan. Pilihannya cari kos-kosan suami istri. Tapi alhamdulillah waktu mengisi training di Banyuwangi, ada peserta yang baru kenal di sana menawarkan rumah anak beliau ditempati oleh suami dan saya. Karena sang pemilik sedang melanjutkan studi S3 di Australia bersama keluarga kecilnya. Kami tinggal bawa badan aja. Lingkungan nyaman, Rumah bagus, AC, mesin cuci, spring bed, cooking set, semua lengkap.. Gratis.
Ma sya Allah, rasanya nggak percaya. Seneng banget. Tapi kami disana cuma sekitar 7 bulan, karena pekerjaan suami cukup jauh kalau harus dijangkau dari tempat tinggal pinjaman kami saat itu. Akhirnya kami pindah haluan, cari kos-kosan suami istri dibilangan Raya Prapen Surabaya. Kamar ukuran 3×4 plus kamar mandi dalam, menjadi catatan jejak perjalanan rumah tangga kami. Biar mungil tapi hangat. Dan alhamdulillah, sekitar 7 bulan juga kami menempati kos-kosan hingga akhirnya Allah beri rizki dari arah yang tak terkira dan bisa beli rumah sendiri (tanpa subsidi dari orang tua maupun saudara) di kawasan perumahan yang nyaman, 5 menit dari kampus ITS. Impian yang dulu kami pikir bisa diraih saat setidaknya sudah 10-15 tahun berumah tangga, tapi alhamdulillah terwujud saat belum genap 2 tahun pernikahan. Mohon maaf, tiada maksud menyombongkan diri. Bukan karena hebatnya kami, tapi mutlak karena Rahmat dan karunia dari Allah. Cerita ini disampaikan semoga bisa makin meyakinkan kita bahwa janji Allah itu benar. Jangan pernah takut miskin karena menikah, karena Allah pasti memampukan. Lebih bersyukur lagi ketika hikmah ini pun akhirnya di-aamiin-i pula oleh orang tua dan keluarga. Bahagia. Syukur kami tiada henti. Semoga rumah tangga kita semua Allah beri kelancaran rezeki, kebarokahan harta. Berkah berlimpah, hingga sanggup menebar kemanfaatan yang lebih luas dengan harta kita. In sya Allah..

  • Persiapan kedua terkait finansial ini adalah tentang kemampuan kita sebagai istri untuk mengelola keuangan. Berapa pun nafkah yang diperoleh suami, bisa dikelola dengan bijak. Perencanaan keuangan bisa masuk ke dalam point ini. Termasuk perencanaan menu masakan yang dihidangkan tiap harinya. Gak selamanya harus sesuai budget, perlu sesekali kita belanja dibawah budget, agar selisihnya bisa di saving untuk membuat menu yang lebih istimewa di hari lainnya. Termasuk pula tips tentang “amplop”, sudah memasukan sejumlah uang ke dalam beberapa amplop sesuai posnya, menghindari campur-campur alokasi dan akhirnya bengkak alias over budget. In sya Allah pertemuan-pertemuan berikutnya akan dibahas tentang masalah ini.
  • Persiapan ketiga dalam konteks finansial ini adalah tentang membangun paradigma yang tepat (bukan benar) setelah kita menikah dan dikaruniai anak. Apakah menjadi wanita karier atau “cukup” menjadi ibu rumah tangga. Karena tiap kita pasti tak sama. Sudut pandang, kebutuhan dan daya pikul kita berbeda. Maka jadi mungkin, apa yang baik buat saya, belum tentu tepat buat yang lain. In sya Allah akan dibahas detail berikutnya.

5. Sosial
Persiapan terakhir untuk menuju pernikahan adalan persiapan sosial. Setidaknya ada 2 hal yaitu :

  • Pertama tentang bagaimana membangun komunikasi dengan keluarga besar tentang konsep pernikahan idaman. Bagi kita yang memilih menikah dengan cara yang tidak seperti kebanyakan orang pasti akan jadi tantangan. Misal memilih menikah dengan calon yang dipilihkan guru ngaji dan tanpa pacaran. Misal memilih menikah tanpa menggunakan ritual dan perlengkapan adat istiadat, misal konsep menikah dengan memisah tamu laki-perempuan dan meminimalisir standing party, dan sebagainya. Proses membangun wacana, melobi bahkan sampai melibatkan orang tua untuk hadir menyaksikan konsep pernikahan yang kita idamkan menjadi sebuah nilai plus kalau dilakukan jauh-jauh hari  bahkan tidak menjadi masalah meski belum ada calonnya. Hehehe…
  • Kedua tentang persiapan sosial ini adalah mengasah kemampuan bersosialisasi dan berkontribusi di masyarakat. Berbeda ketika masih single dan menyandang status anaknya bapak/ibunya dengan ketika sudah menyandang predikat istri Pak Fulan. Mulai buang kebiasaan acuh tak acuh dan merasa cukup dengan sekedar melempar senyum, menganggukan kepala kemudian masuk rumah dan tutup pintu sepulang kuliah/kerja. Mulailah silaturahim dan menjalin komunikasi dengan tetangga sekitar kita. Tak ada salahnya pula menawarkan bantuan untuk menemani anak-anak kecil sekitar mengerjakan tugas sekolahnya, meskipun 1 pekan sekali. Tak ada salahnya pula menyambung keakraban dengan mereka meski hanya dengan membagi 1 bungkus permen. Mulai juga untuk mengambil peran dan kontribusi di lingkungan kita tinggal. Meskipun saat ini kita berstatus sedang rantau di tanah orang. Terlibat dalam kepanitiaan Agustusan, aktif di karang taruna atau mengambil kontribusi sebagai remaja masjid terdekat. Trust me it’s work. Akan sangat bermanfaat bagi kita saat kelak berumah tangga jika sudah terbiasa bersosialisasi dan berkontribusi di masyarakat sejak masih muda.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

No comments:

Post a Comment