Showing posts with label Children. Show all posts
Showing posts with label Children. Show all posts

Mar 10, 2015

Kebaikan dan Kejahatan Tidak Sesederhana Yang Terlihat

Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju ke skoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum skoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.

Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, 
“Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”
Sebagian besar murid-murid itu menjawab, 
“Aku benci kamu!”
“Kamu tau aku buta!!”
“Kamu egois!”
“Nggak tau malu!”
Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab.  Kata si murid, 
“Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.
Guru itu terkejut dan bertanya, 
“Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. 
“Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”
Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, 
“Jawaban ini benar.”
Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian. 

Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya  naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup.  Dia menulis di buku harian itu, 
“Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”
Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.

Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.

Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.

Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.

Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.

Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai persahabatan.

Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.

Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Mar 5, 2015

Ibu Adalah Sekolah Utama : Tergantung Bagaimana Kepala Sekolahnya?

Dalam konteks pengasuhan, sekolah pertama bagi anak adalah Ibu. Ibu adalah sekolah pertama dan terbaik bagi anak, karena secara psikologis: Ibu memberikan rasa nyaman bagi anak agar betah berlama-lama di dekatnya, menjadi tempat untuk curhat dan diskusi tentang banyak hal terutama menanamkan nilai-nilai agar anak menjadi tangguh menghadapi tantangan kehidupan.

Sulit bagi Ibu untuk fokus mendidik anak dan membuat mereka nyaman secara psikologis jika ia tidak mendapat dukungan, apalagi jika hanyut dalam perasaannya sendiri dan mudah stress. Ibu yang stress akan mudah emosi dan kurang sabar menghadapi anak-anak. Inilah gejala awal munculnya 'mother distrust' di mana anak jadi tidak betah di rumah dan merasa bahwa Ibu adalah sosok yang tidak mengenakkan. Semua fungsi dan tugas Ibu sebagai guru pertama dan utama akan dapat dipenuhi jika peran sebagai Kepala Sekolah yang dipikul Ayah berjalan maksimal.

Mother distrust muncul lagi-lagi karena peran ayah sebagai Kepala Sekolah hilang atau sangat kurang. Ayah lah yang seharusnya berpikir untuk membuat anak menjadi betah bersama ibunya, dalam hal ini: apakah kebutuhan psikologis Ibu. Ibu akan bisa memberikan rasa nyaman kepada keluarga jika ruang bathinnya nyaman. Dan Ayah lah yang berkewajiban menyamankan ruang bathin Ibu. Ada ruang dan waktu bagi Ibu untuk mencurahkan isi hatinya, misalnya: tidak hanya dibebani oleh pusingnya kenaikan harga-harga di luar. 

Menurut penelitian, perempuan (makhluk berkromosom XX) yang jiwanya sehat butuh mengeluarkan 20 ribu kata per hari. Ibu yang jarang diajak ngobrol santai oleh suaminya, maka bahasa tubuh dan nada bicaranya tidak mengenakkan. Menyusul anak akan resah, tak sabar dengan kelakuan anak, bahkan cenderung menjadikan anak sebagai sasaran pelimpahan emosi yang tidak semestinya. Jadi, endapan permasalahan dengan sang ayah dimanifestasikan dalam bentuk amarah yang tidak jelas kepada anak-anak. Terkadang, ada Ibu yang tetap sabar kepada anak-anaknya meskipun Ayah tak memberi ruang bagi jiwanya, tapi manifestasi ekstrimnya dalam bentuk penyakit fisik yang sulit sembuh.

Maka tugas wajib ayah adalah memberikan ruang, waktu dan suasana setiap hari bagi Ibu untuk bicara sebagai upaya untuk selalu menyehatkan jiwanya, mendengar keluh kesahnya. Rangkul Ibu untuk marah dan menangis kepada Ayah saja agar sehat jiwanya, agar Ibu bisa selalu memberikan bunga cinta untuk anak-anaknya.

Ibu yang sehat jiwanya dapat menjalankan tugasnya sebagai sekolah terbaik bagi putra-putrinya. Ia bisa tahan berjam-jam mendengar keluhan anak-anaknya. Ia mudah memaafkan anaknya. Ia menjadi madrasah yang baik untuk menanamkan nilai-nilai Robbany, dan hal ini harus didukung oleh Ayah yang memperhatikan bathinnya, disamping kesehatan fisiknya. Ibu harus sehat luar dalam. Ayah yang hebat, berawal dari suami yang hebat, yang mengerti jiwa dan kebutuhan pasangan. Singkatnya, bahagiakan pasangan kita, karean ia adalah madrasah utama bagi anak-anak kita.
~Bendri Jaisyurrahman~




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Mar 4, 2015

Keutamaan Berbuat Baik Kepada Orang Tua

Dalam Q.S Al Isra : 23 - 24, Allah Swt berfirman:    
"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.  Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : "Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
Dari ayat diatas terlihat jelas bagaimana pentingnya kedudukan orang tua di sisi Allah Swt. Jika mereka sudah diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta melakukan perbuatan-perbuatan keji lainnya. Mengucapkan kata "ah" saja terlarang apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu. Yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, bersikap rendah diri, bersuara tidak melebihi suara mereka, itu semua merupakan akhlak utama seorang anak.

Beberapa Keutamaan Berbuat Baik Kepada Orang Tua
Berbakti kepada orangtua termasuk perbuatan yang diutamakan dan amalan yang paling dicintai oleh Allah swt
Dari Abdullah bin Masud
""Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW amal yang manakah yang paling dicintai oleh Allah Swt?  "Shalat pada waktunya". Jawab beliau. Aku bertanya lagi: "Kemudian amal apa?" "Berbuat baik pada orang tua." Jawab beliau. Aku bertanya lagi: "Sesudah itu amal apa?" "Jihad di jalan Allah Swt". "
(H.R Bukhari Muslim)
Dalam hal ini, kasih sayang kepada Ibu lebih utama. Mengingat begitu beratnya perjuangan seorang ibu sejak ia mengandung sampai melahirkan, serta memenuhi semua keperluan seorang anak tanpa pernah merasa bosan dan lelah. Dari Abu Hurairah :
"Datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah Saw, lalu bertanya : "Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" "Ibumu!". Jawab beliau. Kemudian ia bertanya lagi "Sesudah itu siapa?" "Ibumu!". Jawab beliau. Ia bertanya lagi: "Sesudah itu siapa?" "Ibumu!" Jawab beliau. Ia bertanya lagi :"Sesudah itu siapa?" "Bapakmu!"."
(H.R Bukhari Muslim)
Berbakti kepada orangtua merupakan penebus dosa besar
Ibnu Umar berkata:
"Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad Saw dan berkata: "Saya telah melakukan suatu dosa besar, apakah mungkin dosa itu diampuni?" Rasul bertanya: "Apakah kedua ibu-bapakmu masih hidup?" Lelaki itu manjawab dengan sedih: "Keduanya telah meninggal dunia." Rasulullah Saw bertanya lagi: "Apakah kau punya saudara ibu?" "Ya, punya." jawab lelaki itu. Maka kembali Rasul bersabda: "Baktikanlah dirimu kepadanya." 
(HR. At Turmudzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Akan dipanjangkan usianya dan dilimpahkan rezekinya
"Siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dilimpahkan rejekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua ibu-bapaknya dan memelihara silaturahmi". 
(HR. Ahmad)
Keridhaan Allah Swt ada dalam keridhaan orangtua
"Siapa yang membuat kedua ibu-bapaknya senang dan ridha, maka ia telah membuat Allah senang dan ridha padanya. Dan barangsiapa membuat marah orang tuanya, maka berarti ia telah membuat murka Allah".
(HR. Ibnu Najjar)
Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang tuanya
Rasulullah Saw bersabda :
"Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci maki orang tuanya". Seseorang lalu bertanya: "Mungkinkah ada seseorang mencaci maki orang tuanya?" Jawab beliau : "Ada!  Dia mencaci maki bapak seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya.  Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya". 
(HR Bukhari Muslim)
Wallahu'alaam bishshowwaab




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Mar 2, 2015

Bakti Seorang Anak Kepada Ibunya yang Memiliki Keterbelakangan Mental

Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yang pernah dialaminya. Hingga aku tidak dapat menahan diri saat mendengarnya. Aku pun menangis karena tersentuh kisah tersebut. 

Dokter itu memulai ceritanya dengan mengatakan :“Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya di sebuah Rumah Sakit. Wanita itu ditemani seorang pemuda yang usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yang lebih kepada wanita tersebut dengan memegang tangannya, memperbaiki pakaiannya, dan memberikan makanan serta minuman padanya. Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku dan jawaban wanita tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan yang ku ajukan.

Pemuda itu menjawab :“Dia ibuku, dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir”

Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : “Siapa yang merawatnya?” 

Ia menjawab : “Aku.”

Aku bertanya lagi : “Lalu siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?”

Ia menjawab : “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi dan membawakan baju untuknya serta menantinya hingga ia selesai. Aku yang melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yang kotor ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya.”

Aku bertanya : “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”

Ia menjawab : “Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya, sementara aku sangat paham dengan ibuku.”

Aku terperangah dengan jawabannya dan baktinya yang begitu besar..

Aku pun bertanya : “Apakah engkau sudah beristri?”

Ia menjawab : “Alhamdulillah, aku sudah beristri dan punya beberapa anak”

Aku berkomentar : “Kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”

Ia menjawab : “Istriku membantu semampunya, dia yang memasak dan menyuguhkannya kepada ibuku. Aku telah mendatangkan pembantu untuk istriku agar dapat membantu pekerjaannya. Akan tetapi aku berusaha selalu untuk makan bersama ibuku supaya dapat mengontrol kadar gulanya.”

Aku Tanya : “Memangnya ibumu juga terkena penyakit Gula?”

Ia menjawab : “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya”

Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku. Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu, dan aku dapati kukunya pendek dan bersih.

Aku bertanya lagi : “Siapa yang memotong kuku-kukunya?”

Ia menjawab : “Aku. Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa.”

Tiba-tiba sang ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil : “Kapan engkau akan membelikan untukku kentang?”

Ia menjawab : “Tenanglah ibu, sekarang kita akan pergi ke kedai.”

Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata : “Sekarang... Sekarang!”

Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata : “Demi Allah, kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira.”

Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya dan aku pun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya. 

Lalu aku bertanya lagi : “Apakah Anda punya saudara?”

Ia menjawab : “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah pernikahan mereka.”

Aku bertanya : “Jadi Anda dirawat ayah?”

Ia menjawab : “Tidak, tapi nenek yang merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal – semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatinya – saat aku berusia 10 tahun.”

Aku bertanya : “Apakah ibumu merawatmu saat Anda sakit, atau ingatkah Anda bahwa ibu pernah memperhatikan Anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, atau sedih karena kesedihan Anda?”

Ia menjawab : “Dokter, sejak aku lahir ibu tidak mengerti apa-apa. Kasihan dia dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 tahun.”

Aku pun menuliskan resep serta menjelaskannya. 

Ia memegang tangan ibunya dan berkata : “Marikita ke kedai.”

Ibunya menjawab : “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”

Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut.

Maka aku bertanya padanya : “Mengapa ibu ingin pergi ke Makkah?”

Ibu itu menjawab dengan girang : “Agar aku bisa naik pesawat!”

Aku pun bertanya pada putranya : “Apakah Anda akan benar-benar membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab : “Tentu, aku akan mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini.”

Aku katakan pada pemuda itu : “Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu Anda, lalu mengapa Anda membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab : “Mungkin saja kebahagiaan yang ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah akan membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya”.

Lalu pemuda dan ibunya itu meninggalkan tempat praktekku. Aku pun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat. Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru. Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yang ada dalam hatiku. 

Aku berkata dalam diriku :
“Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya. Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu. Ibunya tidak pernah merawatnya. Tidak pernah mendekap dan membelainya penuh kasih sayang. Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil. Tidak pernah begadang malam. Tidak pernah mengajarinya. Tidak pernah sedih karenanya. Tidak pernah menangis untuknya. Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya. Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir pada putranya. Tidak pernah dan tidak pernah! Walaupun demikian, pemuda itu berbakti sepenuhnya pada sang ibu”.

Apakah kita akan berbakti pada ibu-ibu kita yang kondisinya sehat seperti bakti pemuda itu pada ibunya yang memiliki keterbelakangan mental?
~Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairy~




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Jan 10, 2015

Qaulan Sadiidaa untuk Anak Kita

Oleh : Salim A. Fillah

Remaja. Pernah saya menelusur, adakah kata itu dalam peristilahan agama kita?
Ternyata jawabnya tidak. Kita selama ini menggunakan istilah ‘remaja’ untuk menandai suatu masa dalam perkembangan manusia. Di sana terjadi guncangan, pencarian jati diri, dan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terhadap masa-masa itu, orang memberi permakluman atas berbagai perilaku sang remaja. Kata kita, “Wajar lah masih remaja!”

Jika tak berkait dengan taklif agama, mungkin permakluman itu tak jadi perkara. Masalahnya, bukankah ‘aqil dan baligh menandai batas sempurna antara seorang anak yang belum ditulis ‘amal dosanya dengan orang dewasa yang punya tanggung jawab terhadap perintah dan larangan, juga wajib, mubah, dan haram? Batas itu tidak memberi waktu peralihan, apalagi berlama-lama dengan manisnya istilah remaja. Begitu penanda baligh muncul, maka dia bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya ; ‘amal shalihnya berpahala, ‘amal salahnya berdosa.

Isma’il ‘alaihissalaam, adalah sebuah gambaran bagi kita tentang sosok generasi pelanjut yang berbakti, shalih, taat kepada Allah dan memenuhi tanggung jawab penuh sebagai seorang yang dewasa sejak balighnya. Masa remaja dalam artian terguncang, mencoba itu-ini mencari jati diri, dan masa peralihan yang perlu banyak permakluman tak pernah dialaminya. Ia teguh, kokoh, dan terbentuk karakternya sejak mula. Mengapa? Agaknya Allah telah bukakan rahasia itu dalam firman-Nya :
"Dan hendaklah takut orang-orang yang meninggalkan keturunan di belakang mereka dalam keadaan lemah yang senantiasa mereka khawatiri. Maka dari itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lurus benar."
(QS. An-Nisa : 9)
Ya. Salah satu pinta yang sering diulang Ibrahim dalam doa-doanya adalah mohon agar diberi lisan yang shidiq. Dan lisan shidiq itulah yang agaknya ia pergunakan juga untuk membesarkan putera-puteranya sehingga mereka menjadi anak-anak yang tangguh, kokoh jiwanya, mulia wataknya, dan mampu melakukan hal-hal besar bagi ummat dan agama.

Nah, mari sejenak kita renungkan tiap kata yang keluar dari lisan dan didengar oleh anak-anak kita. Sudahkah ia memenuhi syarat sebagai qaulan sadiidaa, kata-kata yang lurus benar, sebagaimana diamanatkan oleh ayat kesembilan Surat An-Nisa? Ataukah selama ini dalam membesarkan mereka kita hanya berprinsip “asal tidak menangis”. Padahal baik agama, ilmu jiwa, juga ilmu perilaku menegaskan bahwa menangis itu penting.

Kali ini, izinkan saya secara acak memungut contoh misal pola asuh yang perlu kita tata ulang redaksionalnya. Misalnya ketika anak tak mau ditinggal pergi ayah atau ibunya, padahal si orang tua harus menghadiri acara yang tidak memungkinkan untuk mengajak sang putera. Jika kitalah sang orang tua, apa yang kita lakukan untuk membuat rencana keberangkatan kita berhasil tanpa menyakiti dan mengecewakan buah hati kita?

Saya melihat, kebanyakan kita terjebak prinsip “asal tidak menangis” tadi dalam hal ini. Kita menyangka tidak menangis berarti buah hati kita “tidak apa-apa”, “tidak keberatan”, dan “nanti juga lupa.” Betulkah demikian? Agar anak tak menangis saat ditinggal pergi, biasanya anak diselimur, dilenabuaikan oleh pembantu, nenek, atau bibinya dengan diajak melihat –umpamanya- ayam, “Yuk, kita lihat ayam yuk. Tu ayamnya lagi mau makan tu!” Ya, anak pun tertarik, ikut menonton sang ayam. Lalu diam-diam kita pergi meninggalkannya.

Si kecil memang tidak menangis. Dia diam dan seolah suka-suka saja. Tapi di dalam jiwanya, ia telah menyimpan sebuah pelajaran, “Ooh...Aku ditipu. Dikhianati. Aku ingin ikut Ibu tapi malah disuruh lihat ayam, agar bisa ditinggal pergi diam-diam. Kalau begitu, menipu dan mengkhianati itu tidak apa-apa. Nanti kalau sudah besar aku yang akan melakukannya!”

Betapa, meskipun dia menangis, alangkah lebih baiknya kita berpamitan baik-baik padanya. Kita bisa mencium keningnya penuh kasih, mendoakan keberkahan di telinganya, dan berjanji akan segera pulang setelah urusan selesai in sya Allah. Meski menangis, anak kita akan belajar bahwa kita pamit baik-baik, mendoakannya , tetap menyayanginya, dan akan segera pulang untuknya. Meski menangis, dia telah mendengar qaulan sadiida, dan kelak semoga ini menjadi pilar kekokohan akhlaqnya.

Di waktu lain, anak yang kita sayangi ini terjatuh. Apa yang kita katakan padanya saat jatuhnya? Ada beberapa alternatif. Kita bisa saja mengatakan, “Tuh kan, sudah dibilangin jangan lari-lari! Jatuh bener kan?!” Apa manfaatnya? Membuat kita sebagai orangtua merasa tercuci tangan dari salah dan alpa, sang anak akan tumbuh sebagai pribadi yang selalu menyalahkan dirinya sepanjang hidupnya.

Atau bisa saja kita katakan, “Aduh, batunya nakal yah! Iih, batunya jahat deh, bikin adek jatuh ya Sayang?” Dan bisa saja anak kita kelak tumbuh sebagai orang yang pandai menyusun alasan kegagalan dengan mempersalahkan pihak lain. Di kelas sepuluh SMA, saat kita tanya, “Mengapa nilai Matematikamu cuma 6 Mas?” Dia tangkas menjawab, “Habis gurunya killer sih Ma. Lagian, kalau ngajar nggak jelas gitu.”

Atau bisa saja kita katakan, “Sini Sayang! Nggak apa-apa! Nggak sakit kok! Duh, anak Mama nggak usah nangis! Nggak apa-apa! Tu, cuma kayak gitu, nggak sakit kan?” Sebenarnya maksudnya mungkin bagus: agar anak jadi tangguh, tidak cengeng. Tapi sadarkah bahwa bisa saja anak kita sebenarnya merasakan sakit yang luar biasa? Dan kata-kata kita, telah membuatnya mengambil pelajaran; jika melihat penderitaan, katakan saja “Ah, cuma kayak gitu! Belum seberapa! Nggak apa-apa!” Celakanya, bagaimana jika kalimat ini kelak dia arahkan pada kita, orang tuanya, di saat umur kita sudah uzur dan kita sakit-sakitan? “Nggak apa-apa Bu, cuma kayak gitu. Jangan nangis ah, sudah tua, malu kan?” Akankah kita ‘kutuk’ dia sebagai anak durhaka, padahal dia hanya meneladani kita yang dulu mendurhakainya saat kecil?

Ah, Qaulan sadiida. Ternyata tak mudah. Seperti saat kita mengatakan untuk menyemangati anak-anak kita, “Anak shalih masuk surga. Anak nakal masuk neraka.” Betulkah? Ada dalilnya kah? Padahal semua anak jika tertakdir meninggal pasti akan menjadi penghuni surga. Juga kata-kata kita saat tak menyukai keusilan –baca; kreativitas-nya semisal bermain dengan gelas dan piring yang mudah pecah. Kita kadang mengucapkan, “Hayo. Allah nggak suka lho Nak! Allah nggak suka!”

Sejujurnya, siapa yang tak menyukainya? Allah kah? Atau kita, karena diri ini tak ingin repot saja. Alangkah lancang kita mengatasnamakan Allah! Dan alangkah lancang kita mengenalkan pada anak kita satu sifat yang tak sepantasnya untuk Allah yakni, “Yang Maha Tidak Suka!” Karena dengan kalimat kita itu, dia merasa, Allah ini kok sedikit-sedikit tidak suka, ini nggak boleh, itu nggak benar.

Alangkah agungnya qaulan sadiida. Dengan qaulan sadiida, sedikit perbedaan bisa membuat segalanya jauh lebih cerah. Inilah kisah tentang dua anak penyuka minum susu. Anak yang satu, sering dibangunkan dari tidur malas-malasannya oleh sang ibu dengan kalimat, “Nak, cepat bangun! Nanti kalau bangun Ibu bikinkan susu deh!” Saat si anak bangun dan mengucek matanya, dia berteriak, “Mana susunya!” Dari kejauhan terdengar adukan sendok pada gelas. “Iya. Sabar sebentar!” Dan sang ibupun tergopoh-gopoh membawakan segelas susu untuk si anak yang cemberut berat. Sementara ibu dari anak yang satunya lagi mengambil urutan kerja berbeda. Sang ibu mengatakan begini, “Nak, bangun Nak. Di meja belajar sudah Ibu siapkan susu untukmu!” Si anakpun bangun, tersenyum, dan mengucap terima kasih pada sang ibu. Ibu pertama dan kedua sama capeknya; sama-sama harus membuat susu, sama-sama harus berjuang membangunkan sang putera. Tapi anak yang awal tumbuh sebagai si suka pamrih yang digerakkan dengan janji, dan takkan tergerak oleh hal yang jika dihitung-hitung tak bermanfaat nyata baginya. Anak kedua tumbuh menjadi sosok ikhlas penuh etos. Dia belajar pada ibunya yang tulus; tak suka berjanji, tapi selalu sudah menyediakan segelas susu ketika membangunkannya.

Ya Allah, kami tahu, rumah tangga Islami adalah langkah kedua dan pilar utama dari da’wah yang kami citakan untuk mengubah wajah bumi. Ya Allah maka jangan Kau biarkan kami tertipu oleh kekerdilan jiwa kami, hingga menganggap kecil urusan ini. Ya Allah maka bukakanlah kemudahan bagi kami untuk menata da’wah ini dari pribadi kami, keluarga kami, masyarakat kami, negeri kami, hingga kami menjadi guru semesta sejati.

Ya Allah, karuniakan pada kami lisan yang shidiq, seperti lisan Ibrahim. Karuniakan pada kami anak-anak shalih yang kokoh imannya dan mulia akhlaqnya, seperti Isma’il. Meski kami jauh dari mereka, tapi izinkan kami belajar untuk mengucapkan qaulan sadiida, huruf demi huruf, kata demi kata. Aamiin. Sepenuh cinta. 




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Jan 9, 2015

Menjadi Ibu Bahagia dan Bijak Di Era Platinum

Seminar dengan Ibu Elly Risman

Sebelum bicara tentang persoalan pengasuhan dan anak di era digital. Seorang ibu dan bapak seharusnya melihat kembali (look into yourself) atitude-atitude atau sikap-sikap yang perlu dibenahi bahkan direvolusi, yaitu dengan menengok diri sendiri :

  • Mengenali diri sendiri sebagai wanita paruh baya/midlife (usia 30 keatas) >>> dibahas panjang sekali tentang midlife.
  • Mengetahui sisa umur akan digunkan untuk apa
  • Midlife >>> midlescence (krisis paruh baya) pria dan wanita akan mengalami perubahan fisik dan emosi. Mengalami menopuse. Bukan hanya prempuan, laki-laki juga akan mengalami menapouse.
Mencegah krisis paruh baya :

  • Menerima! (QS. Ar-Rum : 54).
  • Selesai urusan dengan diri sendiri. Dengan menemukan benih masalah apakah : trauma masa kecil, kelelahan jiwa, mimpi-mimpi yang tidak terpenuhi, dsb.
  • Membuang trauma (konflik, bencana, dsb) >>> bisa dengan "Hand kataleptik"/mestimulasi diri sendiri.
  • Lakukan pekerjaan mulia, dengan : memaafkan dan berlapang dada (wa'fuanhum), meminta ampun (wastaghfirlahum), bermusyawarah, berdamai dengan persoalan dan menyelesaikan (Faidzaa azzamta fatawakkal alallah).
Tentang Otak :

  1. Batang otak >>> melawan, mempertahankan diri. Ada juga pada reptil.
  2. Otak tengah >>> perasaan
  3. Depan (topi) >>> fikiran
Manusia memiliki ketiganya. Yang jika diasah bagian otak tengah dan depan akan muncul berbagai macam kecerdasan. Tapi jika setiap waktu hanya berkutat pada masalah yang akan berfungsi hanya batang otak/korteks sehingga menjadi kasar, menyimpang, dsb.


  • Terima kenyataan. Setiap yang hidup pasti memiliki masalah, hanya bagaimana mengolah masalah agar semakin pintar dalam mengelola hidup.
  • Komunikasikan kebutuhan : mengertilah pasangan, perlu ruang, percaya diri, saling membantu untuk mekar di usia tahap kedua, bersama menghadapi masalah. Jangan sepotong-potong. Masalah anak bukan masalah ibu tapi juga ayah. Seorang ayah bukan peng-acc saja, seorang ayah adalah juga pengelola masalah. Jangan terima beres saja!
  • Bersyukur (QS. Al-Ahqaf : 15).
Tentang pengasuhan anak/generasi based on latar belakang masalah :

  1. Pemurtadan
  2. Miras
  3. Narkoba
  4. Games
  5. Pornografi
  6. Hamil diluar nikah
Bencana terbesar bukan tsunami, bukan banjir, bukan longsor, bencana tersebut adalah asbab dari bencana yang lebih besar : kerusakan otak pada generasi. Dibahas juga tentang pornografi. Betapa semua fihak saat ini sedang secara besar-besaran menggempur jiwa dan mental anak-anak kita dengan pornografi lewat hp, games, situs-situs porno, gay, lesbi, homo, incest dsb, dan semua itu sudah akan terlegitimasi secara legal. Kaum LGBT sudah meminta restu PBB untuk mengesahkan pernikahn sejenis di indonesia.

Pada slide juga ditampilkan hasil-hasil riset dan survey tentang kegiatan pornografi anak, dikenal oleh anak paling tinggi dari rumah mereka masing-masing. Akses terhadap gadget sangat sering. Sasaran pornografi yang utama adalah anak laki laki karena :

  1. Anak laki-laki memakai otak kiri lebih kuat
  2. Anak laki-laki mudah fokus
  3. Testosteron lebih banyak
  4. Alat vital anak laki-laki diluar
  5. Anak laki-laki yang 3S : smart, sensitive, spiritual. Sekolah di SDIT, dsb tidak menjamin anak-anak selamat dari ancaman tersebut.
  6. Anak laki-laki yang ber-ayah tapi tidak ber-ayah (tidak dekat, ayah tidak mau ikut campur, yang diurusin kerjaan melulu)
  7. Anak-anak yang ber-ibu tapi tidak ber-ibu (yang ibunya sehari bekerja di luar rumah anak-anaknya lebih berpotensi menjadi sasaran
  8. Anak-anak yang BLAST (Boring, Lonely, Angry, Afraid, Stress, Tired) salah satunya 6 tahun sudah SD. 
Anak perempuan lebih tidak terangsang dengan foto-foto/gambar, tapi lebih dengan kata-kata, chating room, sosok yang dicintai dsb yang tidak luput dari ancaman tindakan asusila di internet. 

Solusi :

  1. Revolusi Pengasuhan >>> salah satu orang tua harus berhenti bekerja! 
  2. Hanya kita yang harus menjadi baby sitter. Allah menitipkan anak-anak kepada kita bukan ART, bukan day care, bukan nenek, bukan tetangga!
  3. Dual parenting (pengasuhan anak yang dilakukan pasangan suami istri)
  4. Membuat perencanaan keluarga >>> laksanakan >>> evaluasi, begitu seterusnya
  5. Kuncinya : peran Ayah!
  6. Look into yourself!
Jika anak-anak sudah kecanduan gadget dan pornografi;

  1. Lakukan komunikasi berdampingan, jangan berhadapan
  2. Meminta maaf kepada anak atas tidak terpenuhinya hak-hak mereka. Ini penyebab utama anak mencari kesenangan-kesenangan di luar.
  3. Komunikasikan harapan-harapan kita kepada anak.
Sekian

Note :
Amanah ibu Elly: peserta diminta membagi ilmu ini kepada 3 orang, karena anak-anak kita bermain dan berinteraksi dengan mereka :

  1. Saudara kandung/ipar >>> anak mereka sepupu anak kita
  2. Tetangga 
  3. Orang tua kawan anak di sekolah!
Semoga bermanfaat. You can share if you care!




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Dec 14, 2014

Ayah Bisu

Sebuah tulisan karya Sarah binti Halil bin Dakhilallah al-Muthiri yang ditulis untuk meraih gelar magister di Universitas Umm al-Quro, Mekah, Fakultas Pendidikan, Konsentrasi Pendidikan Islam dan Perbandingan, mungkin bisa menyemangati para ayah untuk rajin berdialog dengan anak-anaknya.

Judul tulisan ilmiah tersebut adalah:
“Dialog orangtua dengan anak dalam al-Qur’an al-Karim dan aplikasi pendidikannya”
Dari judulnya saja, sudah luar biasa. Dan memang luar biasa isinya. Menurut tulisan ilmiah tersebut, terdapat 17 dialog (berdasarkan tema) antara orangtua dengan anak dalam al-Qur’an yang tersebar dalam 9 Surat.

Ke-17 dialog tersebut dengan rincian sebagai berikut :
• Dialog antara ayah dengan anaknya (14 kali)
• Dialog antara ibu dan anaknya (2 kali)
• Dialog antara kedua orangtua tanpa nama dengan anaknya (1 kali)

Lihatlah ayah, subhanallah…
Ternyata al-Qur’an ingin memberikan pelajaran. Bahwa untuk melahirkan generasi istimewa seperti yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, harus dengan komposisi seperti di atas. Jika kita bandingkan, ternyata dialog antara ayah dengan anaknya, lebih banyak daripada dialog antara ibu dengan anaknya. Jauh lebih banyak. Lebih sering. 14 banding 2!

Kalau hari ini banyak muncul ayah ‘bisu’ dalam rumah, inilah salah satu yang menyebabkan munculnya banyak masalah dalam pendidikan generasi. Sebagian ayah seringkali kehabisan tema pembicaraan dengan anak-anaknya. Sebagian lagi hanya mampu bicara dengan tarik urat alias marah. Ada lagi yang diam saja, hampir tidak bisa dibedakan saat sedang sariawan atau memang tidak bisa bicara. Sementara sebagian lagi, irit energi; bicara seperlunya. Ada juga seorang ayah yang saat dia belum selesai bicara sang anak bisa menyela, “Cukup yah, saya bisa lanjutkan pembicaraan ayah.” Saking rutinitas pembicaraannya yang hanya basa basi dan itu-itu saja.

Jika begitu keadaan para ayah, maka pantas hasil generasi ini jauh dari yang diharapkan oleh peradaban Islam yang akan datang.




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Nov 26, 2014

Marah dan Sel Otak

SUATU hari, saya menerima kabar bahwa terjadi masalah di sekolah. Kejadiannya, seorang anak marah hingga melukai temannya. Hari itu juga saya bertanya kepada guru bagaimana hal itu bisa terjadi. Lalu keesokan harinya saya berbicara dengan orangtua. Ternyata setelah diajak bicara, mama anak ini mengakui bahwa ia sama seperti anaknya selalu marah jika menyikapi sesuatu yang kurang atau tidak sesuai dengan keinginannya . 
Contohnya ketika lantai baru saja di pel, kemudian anaknya menginjak lantai yang masih basah, langsung mama marah besar, “Aduh…kamu ini bagaimana sih, ngepel itu capek tau, sekarang kotor lagi kamu injak. Mama bilang tunggu di luar sampai lantainya kering,” tandasnya, dengan volume suara yang sangat keras.
Saya juga baca status seorang anak pada salah satu jejaring sosial. Isinya, “Aku mau bunuh diri aja. Di sekolah dimarahi guru. Di rumah dimarahi mama, aku memang gak berguna.” Naudzubillah. 
Suatu waktu saya bersama dengan anak yang dicap oleh orang dewasa di sekitarnya “anak bodoh”. Dia menangis sambil berkata kepada mamanya, “Mama kenapa semua orang di rumah ini marah-marah ke aku? Aku tidak suka dimarahi! Bagaimana caranya supaya orang tidak marah, Ma?” 
Mamanya sedih dan hanya bisa diam membisu mendengar pertanyaan anaknya. 
Pada suatu saat, teman saya, seorang psikolog, memberikan tes pada seorang anak, anak ini diberi sebuah kartu olehnya dan ditanya, “Kira-kira ini gambar apa ya?“. Jawabannya, “Gambar monster, Bu”. Setelah kegiatan selesai, ia memberi penjelasan. Ternyata kartu itu mewakili sosok papa. Artinya papa bagi anak ini adalah sosok monster yang sangat menakutkan. Karena setiap papa pulang bekerja, bukan kehangatan yang diterimanya, melainkan perlakuan tidak baik. Papa berkata, “Sana main di luar, jangan berisik disini, papa capek baru pulang kerja,” dengan nada ketus dan suara keras.

Dari beberapa peristiwa di atas, sepertinya hari-hari yang dilalui oleh anak-anak ini dipenuhi dengan nuansa kemarahan. Tahukah wahai para orangtua dan guru? Penelitian mutakhir mengatakan bahwa setiap bayi baru dilahirkan, memiliki milyaran sel otak. Anak yang cerdas adalah anak yang memiliki banyak sambungan antara sel otak yang satu dengan sel otak lainnya.

Ibu yang juga seorang peneliti, melakukan penelitian perkembangan otak bayinya sendiri. Sebuah alat khusus dipasang di kepala bayinya. Kemudian alat itu dihubungkan dengan kabel-kabel komputer. Sehingga dia bisa melihat pertumbuhan sel otak anaknya melalui layar monitor. Ketika bayinya bangun, dia memberikan ASI. Ketika bayinya minum ASI , dia melihat gambar-gambar sel otak itu membentuk rangkaian yang indah. Ketika sedang asyik menyusui, bayi yang berusia 9 minggu itu, tiba-tiba menendang kabel komputer. Si ibu kaget dan berteriak, “No”!

Teriakan si ibu membuat bayinya kaget. Saat itu juga, si ibu melihat gambar sel otak anaknya menggelembung seperti balon, membesar dan pecah. Kemudian terjadi perubahan warna yang menandai kerusakan sel.

“Mungkin kesedihan ini hanya saya yang menanggungnya. Sebagai ibu dan sekaligus sebagai scientist, saya menyaksikan otak anak saya hancur oleh teriakan saya sendiri, ibunya,” tukas Lise Eliot, PhD, seorang Neuroscientist di Chicago Medical School dalam bukunya What’s Going On in There? How the Brain and Mind Develop in The First Five Years of Life (Bantam, 2000).

Nah, apa yang terjadi jika seorang anak setiap detik, menit, jam dan hari-hari yang dilaluinya selalu dipenuhi dengan pelototan, teriakan, apalagi ditambah amarah? Tak terbayangkan berapa jumlah sel otaknya yang akan mati akibat perlakukan buruk orang dewasa di lingkungannya.

Masih kah kita akan marah pada anak-anak kita?
-Widianingsih MAg-




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Nov 23, 2014

Berkah

Berkah adalah kata yang diinginkan oleh hampir semua hamba yang beriman, karenanya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup. Berkah bukanlah cukup dan mencukupi saja, tapi berkah ialah bertambahnya ketaatanmu kepada Allah dengan segala keadaan yang ada, baik berlimpah atau sebaliknya itulah berkah.
"albarokatu tuziidukum fi thoah"  
Berkah Menambah Taatmu Kepada Alloh

Hidup yang berkah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru berkah sebagaimana nabi Ayyub, sakitnya menambah taatnya kepada Allah, dan berkah itu tidak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Musab bin Umair.

Tanah yang berkah itu bukan karena panorama indahnya tapi tanah yang berkah kadang tandus seperti Makkah tapi keutamaannya dihadapan Allah tidak ada yang menandingi.

Makanan berkah itu bukan yang komposisi gizi lengkap tapi makanan itu mampu mendorong pemakannya menjadi lebih taat setelah makan.

Dan ilmu yang berkah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, tapi yang berkah ialah yang mampu menjadikan seorang meneteskan keringat dan darahnya beramal dan berjuang untuk agama Allah.

Penghasilan berkah juga bukan gaji yang ia terima banyak dan bertambah, tapi sejauh mana dia bisa jadi jalan rezqi bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan kita.                                                                                                                                                                                                          
Anak-anak yang berkah bukanlah ketika mereka lucu dan imut, tapi anak yang berkah ialah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya dan kelak diantara mereka ada yang lebih soleh dan tidak henti-hentinya mendoakan kita.




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Nov 17, 2014

Kisah Sedih Seorang Ibu

Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 70 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut. Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya menuntut agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya. Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. 

Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, karena telah melahirkan seorang bayi haram tanpa bapak. Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang didapatkannya dari ALLAH SWT di mana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi nama Love - Kasih. 

Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang ia harus menjahit sampai jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalahsesuatu kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restoran. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya, di samping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya. Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk daging yang seyogyanya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai dengan makanan. 

Nov 12, 2014

Ayahku Pahlawanku‬

Ayah...
Ayah akan melupakan apa yang dia inginkan,
supaya dapat memberikan apa yang kamu perlukan.
Ayah membelikanmu lolipop yang kamu inginkan,
dan dia akan menghabiskannya kalau kamu tidak suka.
Ayah menghentikan apa saja yang sedang di kerjakannya,
walaupun kamu hanya ingin berbual.

Ayah selalu berfikir dan bekerja keras untuk membayar iuranmu setiap semester,
meskipun kamu tidak pernah membantunya menghitung berapa banyak kerutan di dahinya.
Ayah akan berkata “tanyakan pada ibumu” ketika dia ingin berkata “tidak”.

Ayah tidak pernah marah,
tetapi mukanya akan sangat merah padam ketika anaknya menginap di rumah teman tanpa izin.
Perasaan terbaik bagi seorang ayah adalah ketika dia melihatmu melakukan sesuatu seperti gayanya.

Ayah lebih bangga melihat prestasimu, daripada prestasinya sendiri.
Ayah hanya akan bersalam denganmu ketika pertama kali kamu pergi merantau meningalkan rumah,
karena kalau dia memelukmu,
mungkin dia tidak akan pernah dapat melepaskannya.

Ayah tidak suka meneteskan air mata
Ketika kamu lahir dan dia mendengar kamu menangis untuk pertama kalinya,
dia sangat gembira sehingga hampir keluar air dari matanya.
Ketika kamu masih kecil,
dia akan memelukmu untuk mengusir rasa takutmu ketika kau mimpi akan dibunuh hantu.

Tetapi, ayah akan tidak dapat tidur sepanjang malam,
ketika anak kesayangannya diperantauan tidak memberi kabar selama hampir satu bulan.
Kalau tidak salah ayah pernah berkata :
“kalau kau ingin mendapatkan pedang yang tajam dan berkualiti tinggi, janganlah mencarinya di pasar, tetapi datang dan pesanlah secara langsung pada tukang besinya. Begitu pun juga dengan cinta dan teman dalam hidupmu, jika kau ingin mendapatkan cinta sejatimu kelak, maka minta dan pesanlah pada Yang Menciptakannya”
Untuk masa depan anak lelakinya Ayah berpesan :
“jadilah lebih kuat dan tabah daripadaku, pilihlah ibu untuk anak-anakmu kelak wanita yang lebih baik dari ibumu, berikan yang lebih baik untuk menantu dan cucu-cucuku, daripada apa yang yang telah ku beri padamu”
Dan untuk masa depan anak gadisnya ayah berpesan:
“jangan kecewa meskipun kamu seorang wanita, selalulah menjadi bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak! lelaki yang lebih dapat melindungimu melebihi perlindungan ayah, tetapi jangan pernah kamu gantikan posisi ayah di hatimu”
Ayah dapat membuat mu percaya diri,
karena dia percaya kepada mu
Ayah tidak mencoba menjadi yang terbaik,
tetapi dia hanya mencoba melakukan yang terbaik

Dan terpenting adalah Ayah tidak menghalangmu untuk mencintai Tuhan,
bahkan dia akan membentangkan seribu jalan agar kau dapat menggapai cinta-Nya,
karena dia pun mencintaimu karena cinta-Nya.
-akuislam.com-




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Nov 9, 2014

Berbakti Kepada Kedua Orangtua

-Inspirasi dari Surat Luqman ayat 14-

Sekeras apapun usaha kita dan sematang apapun rencana kita, hasil akhirnya tetap ada pada Allah. Segala hal yang ada di dalam Quran menjadi pelajaran bagi kita. Kisah orang yang diberi nikmat fungsinya agar kita berusaha mendapatkan kenikmatan tersebut. Kisah orang yang diberi azab fungsinya agar kita berusaha menghindari azab tersebut.

Luqman Al-Hakim Allah abadikan dalam Quran agar selalu kita tadabburi kisahnya.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 
(QS Luqman: 14)
Allah mewasiatkan tema berbakti kepada kedua orangtua. Lafaz 'wasiat' memiliki arti: hal yang harus dan sangat penting untuk dilakukan. Tidak boleh tidak. Lafaz 'wasiat' dalam Quran digunakan untuk tema-tema besar. Misalnya dalam surat Al-Ashr (wasiat saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran).

Oct 28, 2014

Ibu...

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...
Jadilah seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun. Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain.
Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...
Jadilah seperti Shafiyyah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...
Jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: “Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaan-Mu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, aamiin!”
Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafi’i.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...
Jadilah ibu yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman. Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita itu. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram”, katanya memotivasi sang anak. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam masjidil haram”, sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...
Jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu. Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.
~Laksamana Yuda C~




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Oct 23, 2014

Mendidik Anak Laki-Laki Sebagai Calon Imam Keluarga Tangguh

"Mendidik satu anak laki-laki sama dengan membangun sebuah peradaban, karena mereka adalah calon imam keluarga, calon pemimpin peradaban. Ketika kita mendidik mereka dengan benar, maka kita sedang berkontribusi untuk munculnya "khairu ummah" (ummat terbaik) yang terdiri dari keluarga-keluarga dahsyat, yang dipimpin para imam keluarga yang tangguh. Rakyat yang tangguh akan memiliki pemimpin yang unggul, karena pemimpin adalah cerminan rakyatnya."
MENDIDIK ANAK LAKI-LAKI DI JAMAN RASULULLAH SAW
Rasulullah SAW telah memulai pendidikan generasi aqil baligh ini tentu pada dirinya sendiri lewat bimbingan Allah SWT. Usia 9-12 tahun, Rasulullah SAW telah magang berdagang ke Syams bersama pamannya. Usia 17 tahun beliau sudah memiliki usaha mandiri sebagai manager perdagangan regional, usia 25 sudah menjadi bussiness owner. Usia 40 tahun beliau sudah berdakwah meluruskan tata cara dan moral. Rasulullah SAW menjadi "coach" mendampingi para anak laki-laki muda, para Sahabat Rasulullah yang mulia, yang saat itu masih anak-anak saat Rasul menjelang senja.

Kita mengenal Usamah bin Zaid ra. Siroh mencatat bahwa Rasulullah SAW menikahkan Usamah ra ketika berusia 14 tahun. Apakah Rasulullah SAW lalai ketika menikahkan Usamah ra? Tentu tidak. Usamah telah mengalami pendidikan generasi aqil baligh. Siroh kemudian mencatat bahwa Usamah ra ditunjuk menjadi panglima perang ke Tabuk pada usia 16 tahun. Apakah Rasulullah SAW  lalai ketika menunjuk seseorang dalam penugasan yang penting? Tentu tidak. Kami meyakini bukan hanya Usamah ra yang menjalani pendidikan generasi aqil baligh ini, tetapi juga sahabat-sahabat lain yang seangkatan dengannya. Tentu dengan pendidikan yang disesuaikan dengan potensinya masing-masing. Karenanya, model mendidik seperti ini kemudian menjadi tradisi selama ratusan tahun setelah Rasulullah SAW wafat.

Oct 20, 2014

Nice Story

Seorang dokter yang bertugas di sebuah desa sedang berkeliling ke rumah warga. Ia terkesan oleh kepandaian dan keramahan seorang anak perempuan berumur 5 tahun yang menyambut kedatangannya dengan ramah.

Tak lama kemudian ia menemukan jawabannya, saat ibu anak itu sedang sibuk di dapur mencuci
piring-piring dan perkakas dapur yang kotor, si anak datang kepadanya sambil membawa sebuah
majalah, 
"Bu, apa yang sedang dilakukan pria dalam foto ini?" tanyanya.
Sang dokter tersenyum kagum ketika melihat ibu anak itu segera mengeringkan tangannya, duduk di kursi, memangku anak itu dan menghabiskan waktu selama sepuluh menit untuk menerangkan serta menjawab berbagai pertanyaan buah hatinya.

Setelah anak itu beranjak pergi, sang dokter menghampiri ibu itu dan berujar, 
"Kebanyakan ibu tidak mau diganggu saat ia sedang sibuk, mengapa ibu tidak seperti itu?"
Dengan senyum si ibu menjawab, 
"Saya masih bisa mencuci piring dan perkakas kotor itu selama sisa hidup saya, tetapi pertanyaan-pertanyaan polos putri saya mungkin tidak akan terulang sepanjang hidup saya".
Semoga kita selalu bisa menyediakan waktu untuk keluarga. Jangan sampai kesibukan-kesibukan yang ada merampas kebersamaan kita dengan keluarga.

Barakallahu fiikum




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Oct 2, 2014

Abi, Seks Itu Apa?

Sahabat Ummi, penting sekali menghadapi segala pertanyaan anak-anak kita dengan ketenangan, apalagi jika mereka sudah mengajukan pertanyaan-pertanyaan sensitif misalnya seputar seks, tidak perlu langsung menghakimi. Jangan sampai terjadi gagal paham sebagaimana cerita di bawah ini:

Sepulang sekolah, seorang anak sebut saja Salim yang masih duduk di bangku kelas 1 MI (Madrasah Ibtidaiyah) bertanya pada Abinya.
“Abi, seks itu apa?”
Abinya terperanjat kaget dan marah-marah. Karena takut, Salim pun menangis. Mendengar suara tangis Salim, Uminya yang sedang sibuk di dapur pun menghampiri.
"Loh, kenapa kamu menangis, Nak? Kenapa Salim nangis, Bi?" tanya Umi pada Salim dan Suaminya.
"Tanya sendiri situ pada Salim." Abi menjawab dengan ketus.
"Kenapa sayang?" tanya Umi dengan lembut.
"Salim gak ngapa-ngapain, Umi. Salim cuma mau tanya, seks itu apa?" jawab Salim sambil terbata.
Umi Salim bingung, ia menarik nafas panjang. Ia hampiri anaknya yang masih sesenggukan menahan tangis. Dipeluknya putra satu-satunya itu. Dahi Umi berkernyit, tampak ia sedang berfikir keras untuk mencoba menjawab pertanyaan putranya itu dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh anaknya. 
Di jaman modern ini orang tua memang harus terbuka, dan informasi mengenai hal ini memang sudah diberikan kepada anaknya walaupun dia masih MI.
Sambil mengusap air mata Salim, Umi mencoba memberi penjelasan, "Salim, seks itu adalah pembuahan sel telur yang disebut ovum yang ada pada Umi oleh sel sperma yang ada pada Abi.” jawab sang Umi dengan harapan anaknya bisa faham.
“Panjang sekali Umi. Mana cukup tempat buat isinya? Ini Umi saja yang isi ya. Salim bingung.” jawab Salim sambil memberikan buku tugas bahasa inggris kepada Uminya.
Di sana tertera :
Name : _____________
School : ____________
Class : _____________
Sex
: _______________
Abi & Umi : "....??????!!!"




shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 10, 2014

Balita Diajarkan Calistung Resiko Mengalami Mental Hetic Saat SD

Anak usia di bawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa calistung si anak akan terkena 'Mental Hectic'.

''Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,'' ujar Sudjarwo, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sabtu (17/7).

Oleh karena itu, kata Sudjarwo, pengajaran PAUD akan dikembalikan pada 'qitah'-nya. Kemendiknas mendorong orang tua untuk menjadi konsumen cerdas, terutama dengan memilih sekolah PAUD yang tidak mengajarkan calistung. Saat ini banyak orang tua yang terjebak saat memilih sekolah PAUD. Orangtua menganggap sekolah PAUD yang biayanya mahal, fasilitas mewah, dan mengajarkan calistung merupakan sekolah yang baik. ''Padahal tidak begitu, apalagi orang tua memilih sekolah PAUD yang bisa mengajarkan calistung, itu keliru,''  jelas Sudjarwo.

Sekolah PAUD yang bagus justru sekolah yang memberikan kesempatan pada anak untuk bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik, termasuk calistung.  Dampak memberikan pelajaran calistung pada anak PAUD, menurut Sudjarwo, akan berbahaya bagi anak itu sendiri. ''Bahaya untuk konsumen pendidikan, yaitu anak, terutama dari sisi mental,'' cetusnya. Memberikan pelajaran calistung pada anak, menurut Sudjarwo, dapat menghambat pertumbuhan kecerdasan mental. ''Jadi tidak main-main itu, ada namanya 'mental hectic', anak bisa menjadi pemberontak,'' tegas dia.

Kesalahan ini sering dilakukan oleh orang tua, yang seringkali bangga jika lulus TK anaknya sudah dapat calistung. Untuk itu, Sudjarwo mengatakan, Kemendiknas sedang gencar mensosialisasikan agar PAUD kembali pada fitrahnya. Sedangkan produk payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas No 58/2009. ''SKnya sudah keluar, jadi jangan sembarangan memberikan pelajaran calistung,'' jelasnya. 

Sosialisasi tersebut, kata Sudjarwo, telah dilakukan melalui berbagai pertemuan di tingkat kabupaten dan provinsi.  Maka Sudjarwo sangat berharap pemerintah daerah dapat menindaklanjuti komitmen pusat untuk mengembalikan PAUD pada jalurnya. ''Paling penting pemda dapat melakukan tindak lanjutnya,'' jawab dia. 

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Srie Agustina, Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menyatakan, memilih mensosialisasikan produk pendidikan merupakan bagian dari fungsi dan tugas BPKN untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen.  

Dalam hal ini, kata Srie, BPKN memprioritaskan sosialisasi pada anak usia dini. Sebab berdasarkan Konvensi Hak Anak, setiap anak memiliki empat hak dasar.  Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan perlindungan dalam kerugian dari barang dan produk, termasuk produk pendidikan. ''Untuk itu sejak dini anak dilibatkan, karena di usia itulah pembentukan karakter terjadi,'' papar Srie. 

Namun menurut Srie, mengedukasi tentang sebuah produk harus menggunakan metode khusus. Tidak dapat berwujud arahan dan larangan, namun dengan cara yang menyenangkan, salah satunya dengan festival mewarnai sebagai salah satu teknik untuk memberikan edukasi. ''Dengan mewarnai, mereka bisa terlibat dan merasa lebur di dalamnya, selain itu dalam gambar yang diwarnai tersebut disisipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan,'' pungkasnya.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Sep 4, 2014

Jarak Usia Kakak dan Adik

Apa kelebihan dan kekurangan memiliki dua anak dalam jangka waktu tertentu? Meskipun setiap anak dan keluarga berbeda-beda, secara umum, paparan berikut dapat menggambarkan situasi yang akan dialami serta konsekuensinya. 

Jarak usia kakak-adik - Konsekuensi bagi orang tua - Konsekuensi bagi kakak-adik
  • Jarak 1 – 2 tahun

Anda hanya akan punya sedikit waktu untuk dihabiskan bersama pasangan. Banyak hal yang harus dipikirkan setiap hari. Kelebihannya, karena usia kakak adik dekat, biasanya hubungan mereka cukup akrab dan Anda tak harus terus-menerus menemani.
Kedekatan hubungan kakak-adik biasanya sangat erat. Satu sama lain memiliki minat yang kurang lebih sama. Di sisi lain, tingkat persaingan cukup tinggi, terutama pada kakak-adik dengan jenis kelamin yang sama.

  • Jarak 3 – 4 tahun

Ritme hidup berjalan lebih santai dibandingkan mereka yang jarak usia anaknya 1 – 2 tahun. Lebih banyak waktu untuk memperhatikan anak satu persatu.
Bagi si sulung, kehadiran adik akan dihadapi dengan lebih baik. Si sulung selama 3 – 4 tahun telah cukup membangun fondasi bonding dengan orang tua. Ia tidak merasa terancam dengan hadirnya adik. Kakak biasanya menempatkan diri sebagai pembimbing adik

  • Jarak 5 tahun atau lebih

Fase menjadi orang tua akan lebih panjang. Ayah dan ibu dapat menikmati setiap kehadiran anak dengan lebih tenang dan fokus selama masa balita.
Hubungan antar saudara belum tentu erat. Seolah orang tua membesarkan dua anak tunggal di waktu berbeda. Sehingga perilaku dan kecenderungan si adik tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap dan perilaku si kakak. 
Demikian semoga bisa menjadi wawasan dan pertimbangan kita calon orang tua dalam mengatur jarak putra-putri kita demi perkembangan mereka.
_artikel ayah bunda_




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Aug 27, 2014

Komunikasi Pengasuhan Terhadap Anak

Ada yang bilang, “anak itu adalah ‘produk’ orang tua. Apa dan bagaimana jadinya anak kita nanti, yang harus dipertanyakan adalah bagaimana cara orang tua mengasuh dan mendidiknya.” Hmm, rasanya berat banget ya jadi orang tua itu? Selain bertanggung jawab di duniat dan akhirat atas anak-anak kita, nggak lupa juga sejuta harapan yang kita gantungkan di hari depannya nanti. Itu makanya mengasuh dan mendidik anak bukan perkara gampang dan “ah, liat nanti aja.” 

Perlu diingat nih, apa yang kita ajarkan saat ini, saat dia balita akan berefek hingga mereka dewasa. Contoh ya, kalau si kecil terjatuh dan respon kita, memukul lantai sambil bilang, “duh, sakit ya nak? Pukul nih lantainya, nakal ya dia.” Nantinya jangan heran saat si kecil tengah marah dan kesal, dia akan melampiaskannya dengan memukul. Dan saat dewasa, akan terbiasa menyalahkan jika sesuatu yang buruk menimpanya. Kok segitunya ya? Lho, iya. Kan sering kita dengar, pengaruh terbesar dalam kehidupan anak adalah lingkungan terdekatnya yaitu orang tua.

Sayang ya, nggak ada sekolahnya untuk jadi orang tua yang baik, jadi kan untuk hal-hal kecil tapi penting untuk psikologi anak, kita sebagai orang tua bisa cepat tanggap. Tapi bagaimana pun cara pengasuhan kita terhadap anak, pastinya kita ingin yang terbaik dong? Nah, itu sebabnya kita sebagai orang tua harus benar-benar buka mata, pasang telinga dan selalu waspada. Artinya, perbanyak baca, senantiasa mendengar berbagai pengalaman orang lain dan jangan malas ikut berbagai kelas atau seminar parenting. Banyak lho ilmu yang didapat dan pastinya bisa diterapkan pada gaya pengasuhan kita.

Berikut nih salah satunya yang Bunda kutip dari Mommiesdaily saat mengikuti rangkaian seminar dengan Supermoms-id.
Materinya saat itu adalah Komunikasi Pengasuhan Anak. Mungkin banyak yang mikir ya, “ah masa masalah komunikasi dibikin seminar sendiri. Masih kecil gitu loh, anak gue.” atau “masa ngomong aja mesti diatur sih?” Tapi begitu dijembreng sama ibu Elly masalah komunikasi dengan anak ini, langsung banyak mommies (dan para ayah) peserta seminar yang ‘tertampar’. 
Apa saja sih, ini kita catat poin-poinnya :
  • Berbicara dengan terburu-buru, bahkan melakukan segala sesuatu dengan terburu-buru. Banyak mommies (dan ayah) yang berangkat kerja terburu-buru sehingga kalaupun berkomunikasi dengan anak pasti hanya menyuruh dan menyuruh. Kalau yang saya pelajari di ilmu komunikasi sih, yang namanya komunikasi itu dua arah bukan? *plak, tertampar sendiri*

  • Tidak mengenal diri sendiri. Saya mencoba menjabarkan tentang diri saya sendiri, ternyata lebih mudah untuk mencari kekurangan ya daripada kelebihan (apa karena nggak punya kelebihan, hihihi). Ini karena sedari kecil kita dibiasakan melihat atau mendengar yang jelek-jelek, misalnya “Kamu nakal sekali”, “Aduh, bawel banget”, “Anak perempuan kok males”, dst dsb dkk. Dengan mengenali diri sendiri maka rasa percaya diri akan meningkat,   jangan lupa kenali anak dan pasangan juga, dari situlah komunikasi akan terbuka.

  • Setiap pribadi itu unik dan berbeda. Ini penting banget, kita kalau dibandingkan sama teman kantor atau ipar pasti sebel kan? Nah, begitu juga anak loh! Jangka panjangnya, anak akan menjadi krisis identitas (atau malah over kompetitif) karena dibanding-bandingkan terus yang membuatnya tidak bisa mengenali dirinya sendiri sejak kecil.

  • Bedakan antara keinginan dan kebutuhan. Yah, yang ini mirip-mirip sama kalau mommies naksir tas atau sepatu kali ya, hihihi. Ini mah kasus saya sendiri deh, setiap malam itu pasti kaya orang berantem kalau nidurin anak. Saya ingin si anak untuk tidur cepat karena besoknya ada acara keluarga, sementara si anak ya butuh main-main dan main karena memang anak-anak butuh main.

  • Baca bahasa tubuh anak. Kalau anak lagi lari-lari terus jatuh, yang umum sih suka kelepasan ya ngomong “tuh kan, ibu bilang apa? Makanya jangan lari-larian!” Padahal bahasa tubuh anak sudah menunjukkan bahwa ia kesakitan, butuh dipeluk ditenangkan ya, bukan dimarahi. Komunikasi Pengasuhan Anak Bahasa tubuh seseorang (bahkan kita juga) nggak akan bisa bohong. Karena bahasa tubuh itu terbentuk dari perasaan seseorang terhadap sesuatu. Kata ibu Elly, baca bahasa tubuh anak dulu, maka kamu bisa memahami/ mendengarkan perasaannya. Ada 12 gaya bahasa popular turun temurun yang kerap dilontarkan orangtua pada anaknya, baik sengaja maupun tidak sengaja. Dibawah ini ceritanya situasi anak lagi lari-larian terus jatuh. Nah, yuk kita contreng mana saja yang mommies lakukan ya, hehehe…

Memerintah, “Jangan lari-larian dong!”
Menyalahkan, “Tuh kan jatuh, lagian nggak bisa diem banget sih.”
Meremehkan, “Masa gitu saja nangis?”
Membandingkan, “Tuh lihat si A nggak nangis loh!”
Mencap/ memberikan label, “Kamu nakal sih.”
Mengancam, “Nangisnya sudah dong, nanti ibu panggilin dokter nih biar disuntik.”
Menasehati, “Makanya omongan orangtua itu didengerin.”
Membohongi, “Dipakein obat ini nggak sakit kok.”
Menghibur, “Nggak apa-apa kok, besok juga sembuh lukanya.”
Mengkritik, “Kamu pake sendalnya yang itu sih, kan licin pantesan saja jatuh.”
Menyindir, “Ini akibatnya kalo nggak dengerin orangtua, kualat kan.”
Menganalisa, “Gimana nanti kalo udah gede coba, pasti susah dibilangin."
  • Bedakan masalah siapa. Misalnya, anak menelpon kerumah karena PR-nya ketinggalan. Apakah mommies mengantarkan PR atau tidak? Pahami ini masalah siapa, kenapa anak bisa ketinggalan buku PR-nya? Jika kita mengantarkan bukunya, sama saja kita tidak mengajarkan tanggung jawab karena PR kan berarti tanggung jawab anak, bukan kita. Bukan berarti jahat loh moms, tapi anak harus belajar mandiri dan bisa mengambil keputusan sendiri, karena kita tidak akan hidup selamanya untuk mendampingi anak.

  • Sampaikan pesan SAYA, bukan KAMU. Misalnya anak nggak mau makan, biasanya yang akan terucap adalah, “kamu makan dong, nanti sakit, laper, blablabla...” kita ubah jadi gini saja moms, “Ibu sedih/kesal/sebel deh, kalau kamu nggak makan”. Dengan perubahan susunan kalimat ini, anak tidak merasa disalahkan atas kelakuannya, tapi akan tau bahwa tindakan nggak mau makannya ini membuat si ibu sedih/kesal/sebal.

  • Dengarkan anak secara aktif. Beruntung saya punya ibu yang mau mendengarkan saya, makanya ibu bagi saya juga sekaligus seorang teman curhat. Mudah-mudahan saya bisa seperti itu sampai nanti anak-anak dewasa. 

Demikian share artikel hari ini semoga bermanfaat.




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee

Aug 22, 2014

Dari Meminang Istri Hingga Mendidik Anak

  • Acara halal bil halal dilarang bawa pacar. Sebab pacar itu pasangan yang tidak halal. 
  • Hari ini kamu mau ikut lomba panjat pinang atau panjatkan doa agar dipinang? 
  • Jomblo itu kaum terjajah. Terjajah oleh impian kapan nikah. Saat akad terucap, itulah proklamasi kemerdekaannya! 
  • Memilih pasangan yang cakep memang bukan yang utama. Tapi kalau mendapatkan yang jelek membuatmu tak mau pulang ke rumah, untuk apa kamu nikah?
  • Carilah pasangan yang sedap dipandang. Jika kurang, kasih masako secukupnya ‪#eh‬ 
  • Suami idaman itu rajin ngaji dan berlimpah gaji. 
  • Ibu, kembalilah ke rumah. Anakmu terkapar oleh peluru zaman. Fisiknya bugar namun jiwanya terkapar. Kembalilah!
  • Apa yang kau cari dalam hidup? Jika surga adalah tujuan, maka mendidik anak sungguh-sungguh adalah pintu terdekat yang antarkan kau menuju surga idaman.
  • Jika harus bekerja maka itu darurat. Segeralah cari jalan untuk bisa kembali ke rumah. Sebab, anakmu makin tumbuh dan tak bisa ditunda,
  • Memang tidak bijak meminta ibu berhenti bekerja. Namun lebih tidak bijak lagi membiarkan anak-anak terlantar tanpa kasih sayang.
  • Tundalah dulu obsesi karirmu. Setidaknya ketika anak telah tumbuh dewasa. Setelahnya, kau bisa puas menuai karya.
  • Sejatinya, ibu itu profesi utama. Sisanya, sambilan aja.
  • Jika mengurus anak, dengan cara sambilan. Maka akan muncul generasi sambel-sambelan (saudara kandung cabe-cabean)
  • Bagi seorang suami, jangan tuntut istri bekerja. Sebab, kau telah renggut hak anak yang lebih butuhkan ibunya dibandingkan TV atau Galaxy S5.
  • Jadilah lelaki pemberani. Berani katakan kepada istri; tinggallah kamu dirumah. Biar aku saja yang penuhi kebutuhan kita.
  • Ingatlah... Anak itu titipan dari Allah. Maka jangan kau titipkan lagi kepada orang lain. Emangnya Allah salah nitip? Wal'iyaadzu billaah.

Yaa Allah, berilah kami pasangan dan keturunan yang menjadi 'penyejuk hati', satukan hati kami (sekeluarga) diatas ketaatan pada-Mu, dan janganlah engkau mematikan kami kecuali dalam keadaan islam dan husnul khatimah. Aamiin Allaahumma Aamiin.
Ust Bendri Jaisyurrahman Udah 
(Salah satu Pembimbing Kursus Pra Nikah Islami KPNI di AQL Islamic Center Jakarta)




shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee