وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا ۖ وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya".
Setelah menuturkan apa yang disediakan bagi musuh-musuh-Nya dari kalangan orang-orang yang celaka, yakni orang-orang yang kafir kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya, berupa siksaan dan pembalasan, maka Allah mengiringinya dengan kisah keadaan kekasih-kekasihNya dari kalangan orang-orang yang berbahagia, yaitu orang-orang yang beriman kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya. Mereka adalah orang-orang yang keimanan mereka dibuktikan dengan amal-amal saleh.
Berdasarkan pengertian inilah maka Al-Qur'an dinamakan masani menurut pendapat yang paling sahih dikalangan para ulama, yang keterangannya akan dibahas dengan panjang lebar pada tempatnya. Yang dimaksud dengan masani ialah iman, kemudian diikuti dengan sebutan kekufuran atau sebaliknya, atau perihal orang-orang yang berbahagia, lalu diiringi dengan perihal orang-orang yang celaka atau sebaliknya. Kesimpulannya ialah menyebutkan sesuatu hal, kemudian diiringi dengan lawan katanya. Adapun penyebutan sesuatu yang dikemukakan sesudah penyebutan hal yang semisal dengannya, hal ini dinamakan penyerupaan (tasyabuh).
Surga-surga tersebut digambarkan oleh ayat ini, mengalir dibawahnya sungai-sungai, yakni di bawah pohon-pohon dan gedung-gedungnya. Di dalam sebuah hadist disebutkan bahwa sungai-sungai surga mengalir bukan pada parit-parit. Sehubungan dengan Sungai Al-Kautsar, telah disebutkan bahwa kedua tepinya terdapat kubah-kubah yang terbuat dari batu permata yang berlubang. Kedua pengertian ini tidak bertentangan. Tanah liat surga terdiri atas batu-batu mutiara dan batu-batu permata. Kami memohon kepada Allah karunia-Nya, sesungguhnya Dia Maha Baik lagi Maha Penyayang.
As-Saddi di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Disebutkan bahwa mereka di dalam surga diberi buah-buahan. Ketika melihat buah-buahan itu mereka mengatakan, "inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu di dunia". hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah, Abdurrahman Ibnu Zaid Ibnu Aslam dan didukung oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari As-Saddi dalam kitab tafsirnya dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat Nabi SAW sehubungan dengan makna firman-Nya "Mereka diberi buah-buahan yang serupa". Makna yang dimaksud ialah serupa dalam hal warna dan bentuk, tetapi tidak sama dalam hal rasa. Pendapat inilah yang dipilih Ibnu Jarir.
Sedangkan Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya "mereka diberi buah-buahan yang serupa", bahwa buah-buahan surga mirip dengan buah-buahan didunia, hanya buah-buahan surga lebih wangi dan lebih enak. Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas, bahwa tidak ada sesuatupun di dalam surga yang menyerupai sesuatu yang ada di dunia, hanya namanya saja yang serupa.
Firman Allah "walahum fiha azwajum mutohharah"
Mujahid mengatakan yang dimaksud ialah suci dari haid, buang air besar, buang air kecil, dahak, ingus, ludah, air mani dan beranak.
Qatadah mengatakan bahwa mutahharah artinya suci dari kotoran dan dosa (najis).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yunus Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman Ibnu Zaid Ibnu Aslam yang mengatakan bahwa al-mutahharah artinya wanita yang tidak pernah haid. Akan tetapi riwayat ini dinilai garib.
Menurut Ibnu Katsir, yang jelas pendapat ini merupakan pendapat Qatadah, seperti yang telah dituliskan di atas.
Firman Allah "wahum fiha kholidun", hal ini merupakan kebahagiaan yang sempurna, karena sesungguhnya di samping mereka mendapat nikmat tersebut, mereka terbebas dan aman dari kematian dan terputusnya nikmat. Dengan kata lain, nikmat yang mereka peroleh tiada akhir dan tiada habisnya, bahkan mereka berada dalam kenikmatan yang abadi selama-lamanya. Hanya kepada Allah-lah kami memohon agar diri kami dihimpun bersama golongan ahli surga ini. Sesungguhnya Allah Maha Dermawan, Maha Mulia, Maha baik, lagi Maha Penyayang.
Wallahu 'alam bishshowab.
-Tafsir Ibnu Katsir_Al Qur'an Al Azhim-
shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee
No comments:
Post a Comment