Ia pemuda biasa. Lahir dari keluarga miskin lagi pengungsi. Ia bermimpi untuk melawan kezhaliman yang mengoyak wajah bumi para Nabi, tanah kelahirannya, sejak pertengahan abad lalu. Suatu hari masih dalam sengatan mimpinya, ia bersama teman-temannya membuat sebuah acara kemah ketangkasan di pantai Gaza. Dan dari sanalah kisah menakjubkan itu dimulai.
Di akhir acara mereka berlomba, mereka saling adu ketahanan. Siapa bisa melakukan head-stand, berdiri dengan kepala dalam jangka waktu terlama, dialah sang pemenang. Sang pemenang berhak digendong bergantian selama perjalanan pulang.
Tiap menit, satu demi satu peserta menyerah. Lalu tinggallah dia sendiri, pemuda itu. Dia masih terus bertumpu di atas kepalanya bahkan sampai beberapa jam kemudian! Gila! Teman-temannya berseru-seru. Tapi tak beranjak. Wajahnya dicobakan untuk tetap tersenyum. Hingga pada satu titik waktu, ia tak tahan lagi. Serasa ada yang meledak di kepalanya. Lalu ia jatuh. Sayangnya saat mencoba bangkit, ia limbung. Ia jatuh lagi. Dan kakinya sulit digerakkan, bahkan serasa tak mampu menahan berat tubuhnya. Hari itu, usianya baru enam belas tahun.
Ia lumpuh di usia remajanya. Tapi mimpinya tak ikut lumpuh. Mimpi itu tetap menyala. Bahkan kian berkobar. Dengan kelumpuhannya ia memilih untuk menjadi guru agama Islam di sebuah sekolah dasar. Dan karena mimpi-mimpinya yang menjulang, murid-muridnya tersengat. Konon, tiap kali ia mengajarkan sesuatu, murid-muridnya bak kerasukan. Mereka begitu bersemangat mengamalkan apa yang dikatakannya.
Suatu hari disinggungnya tentang shalat malam. Maka paginya para wali murid memprotes pihak sekolah karena anak-anak mereka jadi begadang semalaman menantikan sepertiga malam terakhir untuk shalat. Suatu hari, disinggunggnya pula tentang puasa sunnah. Maka para orang tua kelabakan karena hari-hari berikutnya anak-anak mereka yang masih kecil memboikot sarapan pagi dan makan siang untuk berpuasa. Padahal musim panas begitu dahsyat dengan siang panjang bermandikan matahari.
Duhai kekuatan apakah itu, yang ada pada guru lumpuh itu? Itulah kekuatan jiwa. Begitu kokohnya ia hingga jasad yang rapuh itu bagaikan matahari, bersinar meledakkan. Bertahun-tahun dia dipenjara Israel, sampai manusia pun bertanya apa bahayanya orang tua yang lumpuh penyakitan ini? Dokter-dokter di penjara Israel hampir-hampir menganggapnya laboratorium hidup, karena hari tak berganti tanpa bertambahnya jenis penyakit di tubuh sang singa yang berkursi roda.
Inilah lelaki yang ditakuti Israel. Bukan yang seperti Rambo. Bukan hanya badannya sekekar Ade Rai. Hanya seorang lelaki lumpuh berkursi roda yang bicara pun terbata-bata. Suaranya juga kecil hampir kehabisan bunyi. Tapi kekuatan jiwa itulah, jiwa yang dipenuhi mimpi, keyakinan pada janji ilahi, membuatnya begitu perkasa, begitu berwibawa di hadapan jutaan pasukan bersenjata lengkap berkendara lapis baja. Perkenalkan, namanya Ahmad Yasin rahimahullah.
Apa rahasianya?
Wallahu a’lam. Jawaban ringan yang bisa kita berikan adalah karena syaikh amat dekat dengan Allah Ta’ala, sehingga kata-katanya bak suara panglima pasukan di hadapan jutaan segenap pasukannya; didengarkan, berwibawa dan penuh kharisma. Lantas apa sarana agar kita dekat dengan Allah? Jawabannya adalah membaca, merenungi, mengkaji surat cinta-Nya, yaitu Al-Qur’an. “Kalian” kata Khabbab bin Art radhiyallahu anhu, seorang shahabat, “tak kan pernah mendekat kepada Allah dengan sesuatu yang lebih Dia cintai daripada kalam-Nya.” Inilah rahasia itu.
Ada satu kisah menarik yang diceritakan oleh seorang rekan perihal Ahmad Yasin ini –rahimahullah-. Rekan kita ini menceritakan bahwa Ustadz Fahim beserta rombongan (sekitar 4 orang) pernah berkunjung ke Palestina, dan kebetulan bertemu dengan menantu syaikh Ahmad Yasin. Maka ustadz Fahim beserta rombongannya ini diminta untuk berkenan berkunjung ke rumah mertuanya. Setibanya di rumah, dan berbincang-bincang sejenak, si ustadz dan rombongan diajak melihat sebuah kamar yang sederhana.
Menantu Syaikh Ahmad Yasin kemudian bertanya, ‘Tahukah kalian kamar siapakah ini?’
Rombongan itu serempak menjawab, ‘Tidak.’
‘Ini adalah kamar mertua saya, Ahmad Yasin,’ katanya.
Kemudian ia melanjutkan, ‘Lihatlah Al-Qur’an yang ada di meja itu. Ahmad Yasin membaca Al-Qur’an sebanyak 3 JUZ setiap harinya.’
Tidak ada seorang pun yang mendengar kesaksian itu kecuali tertakjub kepada syaikh Ahmad Yasin. Karena untuk berpindah dari satu lembarnya, syaikh Ahmad Yasin harus menggunakan mulutnya untuk membaliknya; sungguh, sebuah tamparan keras bagi kita semua. Ini mungkin rahasia kenapa seorang Ahmad Yasin menjadi orang yang paling ditakuti musuh-musuh Islam. Kekuatan itu adalah kekuatan jiwa yang ada di dalam hatinya, dan itulah kekuatan yang sebenarnya dalam diri orang mukmin.
Ibnul Jauzi dalam bukunya, Shifatus Shafwah, dengan sangat baik hati menyebutkan kekata Syumaith bin Ajlan yang menjadi bukti bahwa sejatinya kekuatan orang mukmin ada di hatinya, bukan pada anggota badannya.
يَقُوْلُ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ جَعَلَ قُوَّةَ الْمُؤْمِنِ فِيْ قَلْبِهِ وَلَمْ يَجْعَلْهَا فِيْ أَعْضَائِهِ، أَلَا تَرَوْنَ أَنَّ الشَّيْخَ يَكُوْنُ ضَعِيْفًا يَصُوْمُ الْهَوَاجِرَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ وَالشَّابُّ يَعْجِزُ عَنْ ذَلِكَ.Syumaith berkata, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menjadikan kekuatan orang mukmin ada pada hatinya, tidak pada anggota badannya. Tidakkah kalian melihat orang tua yang lemah, dia mampu berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari sedangkan pemuda tidak bisa melakukannya.”(Shifatus Shafwah : III/341).
Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga pernah berkata,
ما رأيت شيئا يغذي العقل والروح ويحفظ الجسم ويضمن السعادة أكثر من إدامة النظر في كتاب الله تعالى —–ابن تيمية“Aku tidak melihat sesuatu yang bisa memberikan nutrisi kepada akal dan ruh, menjaga jasad dan menjamin kebahagiaan melebihi memperbanyak mengkaji Al-Qur’an.”
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
Salam ukhuwah dari Akhukum fillah,
~Ibnu Abdil Bari El-Afifi~
shared at WhatsApp family ODOJ1550
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee
No comments:
Post a Comment