Resume kopdar #8 oleh Ibu Sinta Yudisia (Ibu 4 orang anak, psikolog, penulis)
Hmm... Materi ini terdengar berat ya? Karena memang seringkali menjadi momok bagi perempuan di Indonesia ketika ia berposisi menjadi seorang menantu. Rasanya lebih mudah jika berbicara menjadi istri atau ibu idaman dari pada menjadi menantu idaman. Tapi tenang saja, segala sesuatu meski tidak ada sekolahnya tetap bisa kita pelajari. Termasuk belajar bagaimana menjadi menantu idaman. Karena sejatinya hidup adalah untuk belajar. ^_^
Yang perlu diingat, kita hidup di Indonesia yang setiap peran tidak terlepas dari budaya ketimuran kita. Kita bisa mengamati perbedaan penekanan budaya dari sebuah film. Pada film-film India, misalnya, hatta diwarnai tarian dan nyanyian, semua tokohnya termasuk tokoh antagonisnya juga akan digambarkan b agaimana mereka berbakti kepada orang tua. Begitu juga saat genre film tersebut action. Pada film Korea, hampir setiap filmnya menekankan hubungan kekeluargaan, meski genre-nya 'romantis'. Sedangkan untuk film hollywood menekankan kebebasan pilihan hidup, sisi personal satu tokoh saja.
Nah tentu saja menjadi 'menantu' di Indonesia tidak bisa lepas dari budaya 'ikatan kekeluargaan yang kuat'. Atau bisa diartikan, menjadi menantu perempuan di negara-negara Timur atau di Indonesia ini sangat berat. Hehehe
Untuk menjadi menantu, istri dan ibu memang tidak ada sekolahnya, seperti yang disebutkan di awal tadi, namun kita bisa belajar dengan sharing bersama orang lain. Salah satunya dari nenek saya.
Saat itu saya pernah bertanya kepada Beliau. Nek, apa sih tipsnya biar bisa jadi menantu yang baik? Beliau menjawab : kuncinya cuma satu : sabar. Sabar di sini bukan berarti hanya pasrah, di injak-injak diam saja seperti sinetron kita yang hanya menangis saat teraniaya hehe. Bukan demikian, namun seperti kata tokoh politik Anis Matta, sabar adalah terus maju dengan beban yang ada dan mencari cara untuk mengatasinya. Salah satu aplikasi sabar adalah jika mertua berbicara maka menantu mendengarkan. Banyak cara yang bisa kita lakukan terkait hal ini. Misal coba tanyakan kepada ibu mertua kita tentang anak beliau, tentang keluarga, tentang masa lalu beliau saat bertemu dengan bapak mertua, dsb. Selain itu kita juga bisa mencoba konsultasi masalah resep. Meskipun kita bisa googling di internet, tapi percayalah, mereka akan merasa dihargai sekaligus senang saat dimintai petunjuk seperti ini. Biasanya ibu mertua ditakdirkan berbeda dengan kita dan ibu kita. Entah dari kebiasaan, kemampuan, dsb. Ini menjadi tantangan untuk kita agar bisa belajar dan beradaptasi menjadi menantu yang baik. ^_^
Tips kedua ialah mempunyai prinsip. Untuk masalah yang prinsip misalnya pengelolaan keuangan, kita boleh tetap bertahan dengan keinginan kita hanya saja tetap menggunakan cara yang tidak merugikan salah satu pihak. Buatlah kesepakatan-kesepakatan. Ingat, karena anak laki-laki adalah hak ibunya sehingga ridho mertua akan mempengaruhi kehidupan dan kebarakahan keluarga kita. Masalah keuangan adalah hal yang paling sensitif. Terlebih jika suami atau kita masih punya tanggungan membiayai adik-adik. Buatlah kesepakatan suami istri mengenai nominal uang yang dialokasikan untuk membantu keluarga masing-masing. Takar sesuai kemampuan. Jangan berniat membantu tapi sampai kita sendiripun terlilit hutang karenanya. Takar sesuai kemampuan. Karena saat telah berkeluarga, akan banyak pengeluaran yang tak terduga dan harus segera diselesaikan, misal pengobatan saat anak sakit. Sebaiknya saat masih bujang, wanita hendaknya rajin menabung, karena di masa kritis keuangan saat menikah nanti kita bisa membantu meringankan beban suami. Misal saat butuh uang untuk biaya kontrakan atau membeli rumah baru, dsb. Hal ini juga bisa meningkatkan harga diri kita di depan suami In syaa allah. Di Indonesia, masih kental stigma bahwa jika ada sesuatu yang kurang benar dengan rumah tangga anak laki-lakinya maka mertua akan mempertanyakan bagaimana menantunya. Misal cucian baju tidak bersih, setrikaan tidak rapi atau bahkan kehabisan uang pasti akan ditanyakan bagaimana 'istrinya'. Masing-masing kita pasti memiliki kekurangan, tak apa, tonjolkan saja kelebihan kita. Bisa jadi kita tidak jago dalam urusan mencuci, tapi kita mahir dalam urusan dapur. Tidak selamanya mertua akan melihat kekurangan kita, apalagi sampai membicarakannya di depan umum. Asal kita pun punya kelebihan yang bisa beliau banggakan dari kita, menantunya.
Tips ketiga ialah shalat malam. Ceritakan permasalahan kita kepada Yang Maha Berkuasa atas segalanya. Terkadang ada permasalahan yang tidak bisa kita ceritakan kepada suami. Tapi kita bisa ceritakan kepada Allah. Jangan sampai dengan menceritakan masalah kita (tentang mertua) justru kita malah mengadu domba anak dengan ibunya. Meski menjadi menantu merupakan momok bagi kita namun kita bisa terus belajar dengan cara menjalin komunikasi yang baik dengan mertua, membuat kesepakatan mengenai sistem keluarga bersama suami, dan sebisa mungkin segera mandiri, tidak serumah dengan mertua (kecuali alasan-alasan mendesak seperti orang tua sedang sakit dan tidak ada yang merawat, dsb). Meski kalau harus serumah masih bisa disiasati dan mengalah untuk menang. Yang akan diingat mertua bukanlah hal-hal besar yang kita beri namun justru hal- hal kecil yang sederhana namun penuh ketulusan dan perhatian. Cari tahu saja apa yang mertua suka, dan berikan. Asal masih sesuai kemampuan. Hubungi mertua setidaknya sebulan sekali dan tanyakan kabarnya, apakah sehat, sedang apa, masak apa dsb. Hal-hal ringan dan sederhana yang bisa kita lakukan agar semakin akrab dengan mertua.
Q : Bagaimana jika tingkat pendidikan dan ekonomi keluarga calon suami ada di bawah kita? Bagaimana jika latar belakang agama kedua keluarga tidak sama?
A : Pasti kita butuh belajar beradaptasi ya. Lihat kebiasaan-kebiasaannya dan pelajari. Cari jalan tengah. Jangan terlalu memaksakan kebiasaan kita agar diterima langsung sekejap mata. Untuk masalah perbedaan latar belakang agama, jangan terlalu menonjolkan sisi-sisi yang masih menjadi perdebatan. Banyak hal yang sama dan berjalan harmoni.
Q : Bagaimana dengan mertua yang membanding-bandingkan menantu?
A : Bersiaplah untuk dibandingkan. Karena membandingkan antar menantu hampir pasti terjadi di kalangan mertua-mertua Indonesia. Kenali kelebihan, dan tonjolkan. Tak perlu berusaha mati-matian menjadi sosok menantu idaman seperti harapan mertua. Bisa lelah lahir batin. Sehebat-hebat kita berusaha, pasti akan dibandingkan. Saat mertua berbicara kepada kita dan membanggakan menantunya yang lain, di lain kesempatan bisa jadi kita juga akan dibanggakan di depan saudara ipar kita.
Q : Jika kita posisinya masih sebagai calon menantu, apa yang bisa kita lakukan?
A : Ingat harga diri, jangan terlalu sering berkunjung ke keluarga calon suami. Kalaupun berkunjung, jangan sendirian.
Q : Bagaimana teknik komunikasi yang cantik dengan mertua, agar tidak membuat beliau sakit hati atau justru membuat kita jadi menantu durhaka? Misal mengkomunikasikan masalah hal-hal prinsip yang tidak sepaham, tentang masalah kesehatan anak.
A : Bagaimanapun, menantu statusnya adalah inferior. Jadi jika ingin memberi nasehat, sebisa mungkin bukan dari lisan kita. Misal masalah asi eksklusif bagi bayi 0-6 bulan atau masalah minum jamu-jamuan setelah melahirkan, bisa kita siasati dengan mengajak beliau saat imunisasi/ periksa si kecil ke rumah sakit. Bisa kita tanyakan ke dokter terkait hal ini dan biarkan mertua kita mendengarnya langsung dari ahlinya. Untuk hal-hal yang khawatir syirik semisal harus ada gunting di bantal anak bayi dsb, ikuti saja tanpa niat syirik sambil perlahan-lahan kita komunikasikan. Ada seni dalam berdakwah. Bukan dengan langkah-langkah ekstrim yang justru membuat subyek dakwah kita antipati.
Q : Bagaimana dengan ide mengkomunikasikan masalah kita lewat lisan suami? Pasti lebih mudah berkomunikasi dengan anak kandung sendiri.
A : Ada kalanya bisa kita lakukan, ada kalanya juga sebaliknya. Jangan terlalu sering, kita usahakan dulu komunikasikan sendiri. Karena tipe komunikasi laki-laki dan perempuan tidak sama. Misal kita akan mengkomunikasikan pola pengasuhan anak, ternyata bahasa yang dipakai suami kurang tepat seperti : sudah deh bu, jangan ikut campur. Ini kan keluargaku. Ini anakku. Hati-hati. Karena suami cenderung akan membela istri. Khawatir bahasa yang dipakai kurang tepat dalam mengkomunikasikan masalah yg sedang dihadapi.
Q : Kalau mertua marah bagaimana?
A : Orang timur suka orang yang sopan. Jangan bersuara lebih keras dari mertua. Jika mertua marah, diam dan dengarkan saja
Q : Bagaimana kalau menitipkan anak pada kakek neneknya?
A : Perlu diwaspadai, kadang kala kakek nenek juga bisa jadi ancaman karakter bagi anak. Mungkin aman dari sisi fisik, tidak akan dianiaya dsb, tetapi seringkali yang muncul adalah perbedaan prinsip dalam pola pengasuhan anak. Karena terlalu sayang pada cucu dan tidak mau repot akhirnya apa yang diminta sang cucu akan diberi. Bisa jadi juga karena faktor usia dan mereka telah lelah. Tanyakan kepada mereka sejauh mana kesanggupan mereka dititipi anak-anak kita. Buat pembagian tugas. Sebaiknya di tahap golden age (0 - 5 tahun) anak memang berada dalam pengasuhan tangan ibu sendiri. Jika ingin berkarir di luar rumah bisa menunggu saat anak telah melewati masa golden agenya.
shared at WhatsApp family 2b WOW chapter 22
re-shared at lovelyboutcrazy.blogspot.com by Vee
No comments:
Post a Comment